Anak Bukan Anakku! Suami Bukan Suamiku!

61
Pergaulan bebas bisa memicu hamil di luar pernikahan dan sebabkan bayi terlantar/souce:kabarsumbawa

Oleh: Chusnul Munawaroh, S.Si*

“Setiap kali seorang anak diselamatkan dari sisi gelap kehidupan, setiap kali salah satu dari kita berusaha untuk membuat perbedaan dalam kehidupan seorang anak, kita menambahkan cahaya dan penyembuhan dalam hidup kita sendiri” (Oprah Winfrey).

Anak  Terbuang

OPRAH Winfrey  salah seorang anak yang pernah “terbuang”.  Itu, karena kondisi orangtuanya   berpisah, hidup dalam kemiskinan. Dia pun  mengalami banyak kekerasan, melewati begitu banyak aral melintang. Namun,  dia berhasil bangkit dan berjuang melawan keterpurukan hingga berhasil menjadi seorang bintang. Anak adalah cahaya bagi orangtuanya. Dia  dinantikan kelahirannya, ditimang-timang dengan rasa sayang. Dia juga dibesarkan dengan cinta dan didukung sekuat tenaga. Itulah  gambaran idealnya. Bagaimana  kehadiran anak itu saja tidak diinginkan dan cahayanya dipadamkan? Dibunuh?  Dibuang? Suara rintihan tak lagi didengar, meregang nyawa di tangan ibunda tersayang, memohon, menjerit, menangis, tapi nyawa tetap melayang. Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, sejak 2020 hingga Juni 2021, sebanyak 212 kasus pembuangan bayi yang terlaporkan. Ketua KPAI, Arist Merdeka Sirait mengatakan, dari jumlah tersebut 80 persen bayi yang dibuang ditemukan dalam kondisi tak bernyawa. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mengungkapkan, dari Januari sampai Agustus 2023, terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak.

Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia kembali dihebohkan dengan berita selebgram yang berasal dari Kota Semarang, Zhafira Devi Liestiatmaja, yang membunuh dan membuang bayinya sendiri. Zhafira adalah seorang model yang sering menerima endorsement dari berbagai produk lokal hingga internasional, seorang influencer dengan 1 juta follower. Zhafira sadar kalua dirinya dalam kondisi hamil, tapi dia tidak sadar siapa ayah dari bayi yang di kandungnya. Zhafira melahirkan di toilet hotel, saat itu dia sedang berada di hotel ST Legian bersama pacar barunya yang berkewarganegaraan Singapura. Setelah beberapa jam di dalam toilet, Zhafira akhirnya melahirkan, namun karena takut ketahuan dan diputus oleh pacar barunya, Zhafira menyiram bayinya masuk ke dalam kloset dan menutupnya hingga si jabang bayi meninggal dunia karena ditenggelamkan, meski bayinya sempat hidup, sempat menangis, tapi segera ditutup klosetnya oleh Zhafira agar tidak ketahuan oleh pacarnya yang sedang tidur di kamar hotel, menurut penuturan Zhafira ketika reka adegan bersama kepolisian. Si bayi malang meregang nyawa di tangan ibundanya, dan tidak hanya itu, kemudian ibunda Zhafira membuangnya di tempat sampah parkiran bandara Ngurah Rai Bali, sampai akhirnya mayat bayi tersebut ditemukan dalam tas kresek oleh petugas kebersihan bandara.

Fenomena Pergaulan Bebas

Pergaulan bebas adalah fenomena sosial yang mencerminkan perubahan dalam norma-norma sosial terkait dengan hubungan antarpersonal dan seksual. Istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada perilaku seksual yang lebih bebas, di mana individu terlibat dalam hubungan seksual tanpa adanya komitmen dalam bentuk pernikahan atau hubungan yang resmi. Fenomena pergaulan bebas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, dan tanggapan masyarakat terhadapnya dapat bervariasi. Fenomena pergaulan bebas marak di berbagai kalangan. Fenomena ini ditandai dengan adanya interaksi yang tidak terarah dan tidak terkontrol yang seringkali mengarah pada pelanggaran norma-norma agama, sosial, dan hukum (Hurlock, 1996)

Setiap tahun tercatat 2,6 juta kasus aborsi. Sebanyak 700.000 pelaku aborsi adalah remaja atau perempuan yang berusia dibawah 20 tahun, di mana 11,13% dari semua kasus aborsi yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy). Pergaulan bebas (free sex) yang semakin marak di Indonesia telah meracuni masyarakat, terutama generasi muda. Dampaknya angka kekerasan seksual dan kehamilan diluar pernikahan sangat tinggi (Purnama, 2019)

Masa dewasa awal  merupakan periode  penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan yang baru  dan  harapan-harapan  sosial  baru. Orang dewasa awal diharapkan memainkan peran baru, seperti suami/istri, orang tua, dan pencari nafkah, keinginan-keinginan baru, mengembangkan  sikap-sikap  baru dan nilai-nilai  baru  sesuai  tugas  baru.  Jika berdasarkan  usia,  seseorang  dikatakan berada     pada     tahap     perkembangan dewasa    awal    saat    individu    yang bersangkutan  berada  pada  rentang  usia antara 20 tahun dan 40 tahun (Santrock, 2002). Pada era digital saat ini, setiap individu telah memiliki gawai dan mampu mengakses beragam informasi dengan cepat, demikian halnya kehidupan selebgram, yang notabene tidak lepas dari peran gawai dan sosial media. Adanya perkembangan komunikasi yang semakin luas, tentunya berakibat terhadap luasnya pergaulan pada masyarakat. Penyalahgunaan teknologi dan pergaulan ini dapat memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan dan pola pikir individu. Banyak kesenangan sesaat meski melanggar norma, yang hadir dalam hidup kita, mengetuk hati dan nurani kita untuk bersikap pro atau kontra.

Persepsi Psikologis

Era globalisasi dibangun dari dua kata yaitu kata era dan globalisasi. Era berarti zaman atau kurun waktu, sementara globalisasi berarti proses mengglobal atau mendunia. Dengan demikian era globalisasi berarti zaman yang di dalamnya terjadi proses mendunia. Pada era globalisasi, ilmu pengetahuan dan tekhnologi berkembang sangat pesat. Kemajuan teknologi membuat masyarakat lebih mudah mengakses jendela. Pengaruh negatif yang terjadi pada kondisi ini dapat menyebabkan perubahan perilaku sosial di masyarakat, seperti bergesernya nilai dan norma yang berlaku. Hal ini tentunya memberikan dampak negatif dan pengaruh buruk terhadap kehidupan sosial, yaitu konflik sosial masyarakat. Salah satu konflik sosial yang terjadi di masyarakat adalah pergaulan bebas. Berdasarkan teori social learning (Bandura, 1977) , teori ini menyampaikan perilaku individu untuk menjelaskan interaksi antara faktor pribadi, faktor lingkungan dan perilaku (Bandura, 1977)., Zhafira, selebgram dengan pergaulan yang luas dan bebas, memiliki lingkungan dengan pergaulan bebas, sehingga membawa dirinya mengikuti lingkungannya, bergonta-ganti pasangan dengan gaya pacaran yang tidak sehat, free sex yang akhirnya membawanya pada suatu permasalahan serius. Ketika dia mengetahui bahwa dirinya hamil dan tidak tahu siapa ayah dari bayi yang dikandungnya, sedangkan kondisi saat itu dia memiliki pacar baru dari Singapura, dan takut diketahui oleh sang pacar, kemudian dia mengalami stres berat, karena mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, akhirnya dengan gelap mata dia membunuh bayi yang baru dilahirkannya dengan cara menenggelamkannya ke dalam kloset. Seseorang yang mampu menerima dirinya, maka ia tidak akan takut memandang  dirinya  secara  jujur,  baik di    dalam    (hati,    pikiran,    perasaan) maupun  diluar  (perilaku, penampilan), karena   kita   tidak   bisa   lari   dari   diri sendiri.   (Hurlock,   1994) menjelaskan bahwa    penerimaan    diri    berdampak pada individu dalam penyesuaian diri dan sosialnya.

Seseorang yang  tidak  memiliki  penerimaan  diri tidak  dapat  menggunakan  potensi  yang dimiliknya    secara    efektif.    Ia    akan cenderung   menjadikan   rasa   bersalah atau    penyesalan    serta kekurangan dalam dirinya sebagai penghambat. Selain menghambat dirinya, juga tidak adanya penerimaan     diri     berdampak  pada hubungan    dirinya    dan    lingkungan sosialnya.   Menurut   (Santrock,   2008). Penerimaan    diri    merupakan    suatu kesadaran     untuk     dapat     menerima dirinya apa adanya. Termasuk depresi yang dialami oleh Zhafira, setalah menjalani kehidupan bebas yang bergelimang harta dan menawarkan banyak kesenangan duniawi, kesenangan sesaat yang pada akhirnya membawanya ke balik jeruji besi. Marilah kita jadikan pengalaman Zhafira sebagai pelajaran hidup, agar kita bisa membedakan yang baik dan buruk, yang benar dan salah, yang positif dan negatif, berpikir panjang, jauh ke depan, demi masa depan yang lebih baik (*)

*Magister Psikologi Sains Universitas Surabaya dan Kepala SMP Islam Parlaungan Waru Sidoarjo