Dua Hari Solo Backpacker dari Frankfurt ke Paris

666
Penulis di bawah Eiffel Tower sebelum naik ke puncak/photo:pribadi

Tengah Malam di Trocadero, Galau Tidur di Mana
Oleh: Mochamad Makruf

TEPI Seine River tidak jauh dari Eiffel Tower, Paris, Perancis. Itu lah perubahan cover baru buku “Pena di Atas Langit” karya teman CowaserJP, Tofan Mahdi. Semoga buku itu sukses dan laris manis di pasaran.

Melihat foto tepian sungai Seine, ingatannya saya mundur ke belakang di Oktober 2011 atau delapan tahun lalu. Saat itu, saya backpacker seorang diri ke Paris, Perancis, pada 18-19 Oktober 2011. Itu setelah saya mengunjungi Frankfurt Book Fair di Frankfurt, Jerman, 12-16, Oktober 2011.

Pengalaman itu selama hidup tidak saya lupakan. Saya tersesat. Galau. Sekitar pukul 23.00 waktu setempat masih berada di Place du Trocadero, sebuah gedung object wisata sekitar Eiffel Tower. Mau tidur di mana? Hotel atau stasiun kereta api. Berikut kisahnya?

Pada Oktober 2011, saya memperoleh berkah baru. Setelah menyelesaikan penyusunan Buku Ekspedisi Bukit Barisan 2011, Kopassus selama lima bulan, saya diberi reward pimpinan PT Temprina Group saya saat itu Pak Misbahul Huda dan Pak Yunasa (kedua juga anggota Cowasjp) untuk berkunjung ke Frankfurt Book Fair (FBF), Frankfurt (Main), Jerman.

Tapi syaratnya, saya harus mencari travel agent termurah. Saya pun hampir putus tidak jadi berangkat. Itu karena travel agent rekanan IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) yang tarif paling murah pun, seat atau kursi untuk saya sudah tidak ada. Tutup.

Jalan satu-satunya saya harus backpacker sendiri ke Jerman. Iya sendiri. Saya urus sendiri mulai visa ke Kedutaan Jerman di Jakarta. membeli travel insurance, sampai beli tiket hotel online ke Jerman. Alhamdulilah, saya bisa menyelesaikannya.

Konfirmasi Booking Langsung Dari Hotel
Meski pun ada sedikit kendala. Kedutaan Jerman tidak mau surat booking hotel dari pihak kedua yakni Hotel.com. Pihak kedutaan minta langsung surat konfirmasi booking dari pihak hotel langsung. Hadew. Padahal, saya sudah membayar lunas booking hotel tersebut.

Saya saat itu hanya memiliki waktu dua hari saja untuk memperoleh jawaban dari Tourist Hotel, Frankfurt. Saya mencari email dan nomor teleponnya. Untung, bisa ditemukan. Saya email minta balasan konfirmasi dari hotel dan telpon langsung. Untung, resepsionisnya bisa bahasa Inggris. Kemudian, dia email balasan konfirmasi saya sudah booking hotelnya.

Ketika urusan visa Schengen sudah selesai, saya pun berangkat ke Jerman mengunjungi pameran buku terbesar di dunia itu.

Saya terbang memakai Etihad dari Jakarta menuju Abu Dhabi. Transit sekitar 5 jam, dan terbang lagi ke Frankfurt, Jerman. Tiba di bandara Frankfurt pagi hari.Total penerbangan sekitar 17 jam.

Setibanya di Frankfurt, sempat bingung mau naik apa ke hotel, naik transportasi umum atau taksi. Akhirnya saya putuskan naik taksi–Mercedes Benz. Taksi di Jerman sebagian besar menggunakan sedan mewah produk domestik tersebut.

Taksi keluar bandara. Saya amati mobil-mobil yang melaju di jalan raya Frankfurt sebagian besar produk domestik. Audi, BMW, Opel, Volkswagen dan Mercedes-Benz. Sebagian besar masih baru-baru.

Sekitar 20 menit, saya sudah tiba di hotel. Bayar tarif taksi 12 euro. Segera check in hotel. Hotel saya kelas melati dan sepertinya nyaman. Receptionis berbahasa Inggris tak lama saya sudah dapat kamar di lantai dua. Saya lihat di seberang hotel ada rel trem. ”Bila ke Frankfurt Buch Messe, naik aja trem depan hotel. Hanya sekitar 5 menit sudah tiba,” kata resepsionis hotel.

Pameran buku dimulai tanggal 12 sampai 16 Oktober. Tapi saya tiba di Frankfurt, tanggal 13 karena urusan visa yang mepet. Tidak masalah bagi saya. Yang penting sudah tiba di Frankfurt. Tulisan backpacker ke Jerman ini nanti saya ceritakan tersendiri.

Setelah pameran buku usai, saya berkeinginan mengunjungi Eiffel Tower di Paris. Kebetulan perjalanan Frankfurt ke Paris, seperti Surabaya ke Jakarta. Bila naik bus, pergi pukul 19.00, bus tiba di Paris pukul 09.00. Sebenarnya saya lebih tertarik naik bus. Traveling menjelajah kota-kota kecil di Jerman sampai masuk Perancis–dengan rentang waktu 14 jam. Menantang.

Tapi ada tawaran menarik, naik kereta api peluru ICE DB Bahn. Dari Frankfurt (Main) Hbf ke Paris Est, sekitar 4 jam saja. Pada 15 Oktober, saya pun membeli tiket kereta api tersebut di Frankfurt (Main) HBf yang tidak jauh dari hotel melati, Tourist Hotel, tempat saya menginap di Frankfurt.

Penulis di depan kereta peluru DB Bahn, Jerman/dok-pribadi

Saya hanya jalan kaki ke stasiun. Setibanya di stasiun, saya segera membeli tiket PP kereta api tersebut, Frankfurt-Paris PP. Ketika ke Paris, saya naik kereta ICE DB Bahn. Dan ketika nanti Paris-Frankfurt, kereta express atau peluru milik Perancis, SCNF-TGV

Menariknya, harga tiket ada diskon 19 persen jadi netto 69 Euro atau Rp. 828.000 (kurs saat itu 1 euro= Rp. 12.000). Untuk keberangkatan esoknya sekitar pukul 10.00. Di Jerman itu bila kita membeli tiket sebelum hari H keberangkatan, pasti ada diskon. Beda dengan Indonesia yang tidak ada diskon ketika membeli tiket sebelum hari keberangkatan.

Di stasiun juga ada mall. Anda tahu berapa harga burger McD di Frankfurt. Harganya 8 Euro. Burger itu biasanya untuk makan siang. Harga makan makan pagi sekitar 5 Euro. Bagaimana makan malam? Saya makan nasi Arab dengan daging domba harga 10-11 Euro. Sdh jangan dikali harga makan tersebut dengan mata uang Rupiah. Bisa-bisa kita tidak makan melihat harganya.

Bila Anda sudah pergi ke Eropa, dipastikan ke Amerika adalah urusan kecil. Mengapa? Karena mata uang Euro lebih tinggi dari US Dollar. Kurs USD 1 = 14.285, dan Kurs I Euro = 15.997. Jadi urusan kecil bukan. Tapi urusan besar bila Euro dibandingkan Rupiah. Karena standar tukar Rupiah di negara lain, hanya Rp. 100. Sangat kecil. Karena itu Indonesia surga belanja dan wisata bagi negara lain.

Di kawasan Asean, Singapura mata uangnya tertinggi. 1 SGD (singapore Dollar)= Rp. 10.500. Bila 1 RM (Ringgit Malaysia) = 3.500. Sedangkan 1 HKD (Hongkong) = Rp.1.782. Bila sudah ke Singapura, urusan kecil kita ke negara Asean lainnya.

Balik ke Frankfurt, pada pagi hari, suhu di kota ini sekitar 5-6 derajat celcius. Dingin. Bila kita berbicara, seperti ada asap keluar dari mulut. Dan bila ada sinar matahari, sesuatu kenikmatan tersendiri. Karena itu berbahagilah kita tinggal di Indonesia yang always sunny day= setiap hari bermatahari.

Ada Gelandangan di Frankfurt
Ternyata di Frankfurt juga ada homeless, gelandangan. Suatu pagi, saya melihat seorang gelandangan tergeletak di dekat traffic light tidak jauh dari stasiun. Dia terlihat berteriak-teriak seperti orang gila. Pikir saya gelandangan hanya ada di Indonesia tapi negara maju seperti Jerman ada.

Esoknya, sekitar pukul 09.00, setelah makan pagi, saya segera jalan kaki menuju Frankfurt (Main) Hauptbahnhof (stasiun kereta api). Oh ya perbedaan waktu Jerman dengan Surabaya sekitar 6 jam lebih lambat dibanding Surabaya. Setibanya di stasiun, saya segera menuju platform, tempat pemberangkatan kereta sesuai tiket. Tiba di lokasi, saya lihat kereta sudah siap di platform. Warna putih silver dengan tulisan DB Bahn di kepala kereta yang mengerucut. Itu kereta api peluru. Wow…mewah sekali. Saya segera memasukinya. Interiornya modern dan rapi.

Tak lama kemudian, sekitar pukul 10.00, kereta meninggalkan stasiun. Di dalam kabin, tidak berisik. Hanya terkadang goyang dikit. Oh ya rel kereta api jerman sudah double track. Jadi kereta tidak harus berhenti di stasiun bila berpapasan dengan kereta lainnya.

Pemberitahuan di kereta api menggunakan tiga bahasa. Jerman, Perancis, dan Inggris. Saya hanya menguasa bahasa Inggris saja, dua bahasa lainnya tidak bisa sama sekali. Karena selama mengunjungi pameran dan berbicara dengan pihak hotel, saya hanya menggunakan bahasa Inggris saja.

Oh ya sebelum ke Paris, saya dua hari sebelumnya sudah pesan hotel dan tiket naik ke puncak Eiffel via online. Saya memesan hotel dengan harga 60 euro untuk satu malam. Harga itu paling murah. Karena hotel di sekitar Eiffel di atas 100 sampai 200 euro. Dan tiket ke atas Eiffel sekitar 13,5 euro–dulu. Bila naik tangga di lantai dua dan tiga kemudian naik lift, 9 euro. Semua pembelian itu menggunakan kartu kredit. Turis naik ke puncak Eiffel dibatasi pukul 23.00.

Dalam perjalanan kereta api ke Paris Est, pemandangan yang dilalui indah. Hamparan tanah pertanian dan perbukitan lapang ada di kiri kanan. Tanah pertanian juga didapati sapi-sapi perah. Pemandangan itu seperti foto-foto di kalender. Indah.

Saya sendiri heran akhirnya bisa menginjakan Eropa apalagi Paris. Karena wisata ke Paris juga mahal. Cek di traveloka, hotel-hotel minimal di atas angka 1 juta per malam. Paling tidak budgetnya harus di atas 25 juta. Mungkin saya bisa ke Paris karena doa saya terkabul padahal semula itu hanya ucapan biasa.

Teman saya tanya wisata apa yang paling ingin Anda kunjungi selama hidup? Saya bilang Paris, Perancis. Saya ingin mengunjungi Eiffel Tower. Saya omong itu tidak serius, karena uang dari mana. Alhamdulilah, mungkin ada malaikat lewat dan doa saya pun terkabul.

Day 1, Masuk Paris Est
Sekitar pukul 14.00,kereta sudah memasuki stasiun Paris Est. Para penumpang turun. Stasiun Paris Est ya seperti stasiun kereta api seperti di Jerman. Bangunan klasik tua dan ada mall-nya. Tapi saya segera mencari map wisata bagaimana transportasi menuju ke Eiffel tower.

Saya cari map transportasi. Ternyata cukup ruwet juga membacanya. Keinginan saya naik public transportation seperti bus atau tream yang murah ke Eiffel tower. Tapi betul-betul saya bingung. Karena bus-bus menggunakan angka-angka. Saya harus segera ke Eiffel tower, karena jadwal saya naik ke puncaknya sekitar pukul 16.00.

Saya kemudian potong kompas, naik taksi. Naik taksi pun saya tidak sembarangan. Harus memilih sopir yang bisa berbahasa Inggris. Satu taksi menghampiri saya ketika keluar stasiun. “Can you speak English?” tanya saya. Si sopir menggelengkan kepala artinya tidak bisa. Dia pun lantas pergi. Satu lagi di belakangnya menghampiri saya. Kali ini sopirnya wanita. Dan ternyata dia bisa bahasa Inggris. Dia wanita asli Perancis dan berkaca mata telihat cukup cantik. Kami akhirnya ngobrol.

Eiffel Tower difoto dari atas jembatan Seine River/dok-prIbadi

Dalam perjalan itu, saya tanya berapa lama perjalanan bila ke hotel. Saya menunjukan alamat hotel yang saya booking online. Dia bilang sekitar satu jam. Itu pun kalau tidak macet. Hadew kok lama. Bila perjalan lama, dipastikan ongkos taksi membengkak.

Sekitar 25 menit, kami sudah tiba di Champ de Mars, 5 Avenue Anatole, lokasi Eiffel tour. Tour Eiffel didesain oleh arsitektur Maurice Koechlin dan Emile Nouguier. Pada 1887, tower ini desainnya lagi dan dibangun oleh Gustave Eiffel. Tower kemudian diberi nama Eiffel untuk world fair (pameran) Exposition Universelle pada 1889 dan memperinganti satu abad French Revolution.
Tower ini tinggi puncak antena-nya 324 meter (1063 ft) dan lebih tinggi dari Patung Liberty, Amerika dan Arc de Triomphe. Tower ini sendiri diresmikan 31 Maret 1889.

Saya turun setelah memberikan ongkos naik taksi 12 euro.Sekitar satu jam lebih, waktu naik akan tiba. Saya kemudian menghabiskan waktu-waktu mengagumi dan berfoto-foto di Eiffel tower. Repot juga bila solo backpacker. Bila berfoto tentu mencari orang untuk menolong memotret saya.

”Execuse me, would you take picture on me, please. I would help you to take picture on you too,” kata saya. Maka, sukses. Orang dengan senang hati memotret saya, sebaliknya dia juga saya potret.

Puas di sekitar Eiffel tower, saya turun ke Seine river–dengan menuruni tangga. Dari eiffel ke seine river tinggal menyeberang. Di situ ada jembatan besar, Pont De Lena–yang mengarah ke Jardin du Trocadero, Palais de Chaillot, dan Place du Trocadero.

Tidak jauh dari Place du Trocadero adalah bangunan monumental Paris juga Arc de Triomphe yang di depannya jalan besar kawasan elit yakni Champs Elysees dengan panjang 1,9 kilometer–dengan lebar 70 meter. Jalan ini dibangun pada 1670 dan diresmikan pada 02 Maret 1864. Kawasan ini termahal kedua setelah Fifth Avenue, New York City. Butik butik pakaian ternama tersebar di jalan elite ini, antara lain, Lacoste, Chanel, Gucci, and Versace.

Balik ke Seine river, saya menuruni tangga. Saya lihat bagian bawah jembatan Pont de Lena itu cukup luas. Saya lihat ada loket untuk wisata perahu (cruise) keliling sungai. Dan, saya lihat ada patung-patung perunggu. Orang bersepeda, kuda, dua lelaki duduk di kursi saling menunjuk, orang main biola. Pelataran cukup luas. Jadi bisa untuk duduk-duduk. Saya duduk sebentar menikmati sejenak sungainya. Dan, ambil foto puncak Eiffel tower dari situ.

Tak terasa pukul 16.00, saya ke atas untuk saatnya naik ke puncak Eiffel. Terlihat sejumlah pengunjung harus antre untuk memperoleh tiket. Tapi karena saya beli online, langsung masuk ke lift Eiffel. Menariknya, saya lihat foto seorang anak berbaju Pramuka Indonesia. Hanya saja wajahnya ditutupi. Karena berbahasa Perancis, saya tidak maksud foto tersebut.

Tiba di lantai dua, kami keluarga dan sudah antre menuju lift ke puncak. Antrean cukup panjang. Sekitar 15 menit, saya tiba di pintu lift ke puncak dan masuk. Pintu lift tertutup dan menuju ke puncak. Ada kaca di sela-sela lift. Sehingga kita bisa melihat pemandangan di sekitar ketika lift ke puncak.

Sekitar 5 menit, lift tiba di puncak. Keluar dan terlihat pemandangan kota Paris dari puncak Eiffel sungguh menawan. Bangunannya tertata. Ketinggian bangunan di sekitar Eiffel memang tidak ada menjulang tinggi. Beberapa kilometer dari Eiffel baru ada CBD (central bussiness district) gedung-gedung pencakar langit. Salah satunya yang terkenal adalah Montpanasse Tower.

Sekitar 20 menit saya menghabiskan waktu di puncak Eiffel. Setelah itu, saya turun kembali menaiki lift sampai ke bawah. Selanjutnya, saya mau ke mana lagi. Ok, di depan Eiffel ada bus city tour, Hop Op Hop Off. Jadi untuk mengelilingi Kota Paris dengan segala objek wisata-nya bisa naik bus ini. Tanpa menunggu waktu lama, saya segera menuju ke bus yang menunggu para wisatawan. Bus itu bercat merah dan double deck atau bertingkat. Saya lihat penumpangnya cukup banyak.

Saya naik bus dengan tarif 3 euro. Tapi karcis itu berlaku untuk dua hari. Objek wisata dalam kota Paris katakanlah 10 lebih, bila waktunya tidak cukup, kita bisa turun dan disambung hari berikutnya dengan menunjukan karcis bus.

Usul penggunaan bus city tour; hop on and hop off untuk di wisata kota di Indonesia pernah saya lontarkan di salah seorang rekan alumni JP yang jadi staf ahli media Menpar. Tapi usulan itu bukannya diterima, tapi usulan dijadikan bully oleh rekan-rekan ‘bawahannya.

Wisata Indonesia bagus di promosi tapi jelek di detail pelaksanaannya. Lihat bila Anda ke Bromo, pasti para turis mancanegara tercecer menuju ke Bromo. Ada yang naik kereta, mpu, dan bus umum. Coba kalau semua turis mancanegara itu diarahkan satu titik loket wisata Bromo tiket PP dengan armada bus yang elite di Terminal Purabaya, Bungurasih, pasti mereka tidak tercecer. Konsep ini seperti wisata Genting, Malaysia.

Balik ke city tour Paris, bus pun melaju mengelilingi kota Paris. Saya tidak tahu pasti ke mana saja bus itu berhenti. Saya sebelum ke Paris tidak ada riset googling objek-objek wisata di Paris. Keinginan itu timbul mendadak ketika usai mengunjungi Frankfurt Buch Messe. Yang saya tahu objek wisatanya hanya Eiffel Tower dan Arc de Triomphe. Padahal saat itu saya juga menginjakan kaki di Champs Elysees dan Champ de Mars. Saya juga kayaknya mengambil foto Notre Dame Catedral sebelum terbakar melalui bus yang melaju.

Sekitar pukul 20.00, tour bus hop on hop off mendekati

Penulis di depan Arc The Triomphe ketika cuaca cerah/dok.pribadi

, saya kemudian mengambil foto. Tapi kondisi gerimis dan malam, sehingga gambar jelek. Ada titik hujan dan gambar tidak memuaskan. Maklum saya pakai kamera DSLR yang kamera standar pakai auto mode lagi. Ada rasa tidak puas. Sayah harus balik esoknya ke sini.

Bus akan tiba di Place de Trocadero. Trocadero adalah bagian dari the Palais (istana )de Chaillot. Ini adalah wilayah kota ke 16th di Paris yang terletak di seberang sungai Seine dan Eiffel Tower. Pada 1878, Ini dulu juga nama istana yang dihancurkan pada 1937 untuk pembangunan the Palais de Chaillot.

Sejarah Trocadero dan Eiffel Tower

Nama Trocadero adalah untuk menghormati Battle (perang) Trocadero. Saat itu benteng Isla del Trocadero, di selatan in Spanyol direbut pasukan French yang dipimpin oleh Duc d’Angoulême, anak lekaki raja Perancis masa datang, Charles X, pada 31 Agustus 1823.

Ferancis ikut campur dalam kerusuhan domestik spanyol dan mendukung raja King Ferdinand VII yang pemerintahannya ditentang oleh kaum liberal dan terjadi pemberontakan. Pemberontakan itu dimenang pihak raja–yang didukung Perancis. Dan, tahta kerajaan kembali diberikan kepada Bourbon Ferdinand VII.

Trocadero ada areal luas dan lapang yang kiri kanan gedung clasic Istana de Chaillot. Di tengah-tengah areal lapang itu cocok sekali untuk berfoto dengan background Eiffel tower yang memancarkan cahaya kuning ketika malam hari. The City of Light. Itu sebutan terkenal Kota Paris. Karena, cahaya itu berasal dari Eiffel tower yang bisa dilihat dari kejauhan di kota Paris.

Tahukah Anda, bahwa Hitler pernah berfoto di Trocadero dengan back ground Eiffel pada 23 Juni 1940. Untung saja, ketika perang dunia II dan Hitler menguasai perancis, Eiffel tower tidak dirobohkannya. Bila itu terjadi, Paris tidak memiliki ikon dan terkenal.

Memang sejak awal pembangunan tower ini banyak yang menentangnya. Sampai novelis Paris, Guy de Maupassant tidak mau melihat Eiffel. Menurutnya Eiffel karya terjelek. Dia setiap makan siang selalu di puncak Eiffel. Karena itu satu-satunya dia tidak bisa melihat menara itu.

Menara ini mulai terkenal di dunia dipromosikan melalui film-film Hollywood yang selintas kerap menampilkan gambar Eiffel tower.

Eiffel sebenarnya memiliki izin berdiri sampai 1909, ketika kepemilikannya diserahkan kepada Kota Paris. Kota berencana meruntuhkannya. Tapi militer menggunakannya sebagai pemancar radio untuk mengatur taksi Paris di garis depan selama first battle (pertempuran pertama) of the Marne. Eiffel kemudian menjadi monumen kemenangan pertempuran tersebut. Dan, kini Eiffel menjadi ikon Paris yang melegenda.

Apa First Battle of the Marne? Perang ini terjadi pada 6-12 September 1914 pada perang dunia I. Tentara Perancis dibantu tentang Inggris, British Expeditionary Force (BEF) mempertahankan diri atas serbuan tentara Jerman yang sudah mencaplok Belgia dan timur laut France atau 48 km dari Paris.

Balik ke city tour Paris, sekitar pukul 21.00, saya akhirnya turun di Trocadero. Saya segera mengambil foto diri dengan background Eiffel dengan cahaya kuningnya. Tapi sayang, hasil foto jelek. Gambar diriku hitam yang jelas foto Eiffel- dengan cahayanya. Saya cukup lama di Trocadero sehingga tidak sadar saya belum memiliki penginapan.

Pukul 23.00 Masih di Trocadero
Waktu menunjukan pukul 23.00. Saya masih di Trocadero. Saya pun galau karena baru sadar saya belum memiliki penginapan. Saya tidak jadi check in di hotel yang saya pesan via online. Karena pertimbangannya hotel jauh dari pusat kota dan butuh waktu satu jam naik taksi. Batal check in hotel maksimal pukul 19.00.

Galau, sekitar pukul 23.00 masih di Trocadero/dok.pribadi

Seharusnya usai turun dari puncak Eiffel, saya segera ke hotel. Tapi itu tidak saya lakukan karena takut biaya taksi mahal. Padahal hotel sudah saya bayar via kartu kredit. Saya turun Eiffel langsung city tour. Ini salah.

Konsekuensinyam saya terkatung-katung di Trocadero. Mau tidur di mana malam ini, Galau. Saya sempat berfikir balik ke stasiun kereta api dan tidur di situ. Tapi ini bukan Surabaya, tapi Paris. Saya juga tidak tahu apa boleh tidur di stasiun seperti di Surabaya atau Jakarta. Sumpah. Saya galau.

Lagian saat galau itu, warga Perancis yang tinggi besar dan hitam-hitam, menawari saya souvenir. Saya segera menolaknya dengan halus. Saya membayangkan yang bukan-bukan, bila mereka merampok saya pada malam itu, ya sukses lah. Tapi pikiran itu saya abaikan. Karena saya masih galau. Tidur di stasiun atau mencari hotel lagi.

Saya mencoba jalan kaki menjauhi Trocadero untuk mencari taksi. Menghentikan taksi di Paris, ada halte sendiri. Saya berdiri di rambu stop taksi. Pertama, saya menghentikan taksi dan saya bilang. “ Speaking English?”. Si sopir bilang no. Saya mencari taksi lain. Ada taksi, sopirnya pria kulit hitam. Saya tanya speaking english. Dia bilang, “yes!”

Saya naik taksi dan meminta sopir mencari hotel termurah dekat stasiun kereta api. Sopir taksi bilang,”oh bisa”. Saya sebelumnya pernah antar penumpang ke hotel itu,pak, ” katanya.

Pak sopir cukup lancar berbahasa Inggris. Dia ternyata berasal Pantai Gading (Côte d’Ivoire). Pantai gading adalah sebuah negara di Afrika Barat yang berbatasan dengan Liberia, Guinea, Mali, Burkina Faso, dan Ghana di sebelah barat.

Dia jadi imigrant di Perancis cukup lama. Uang hasil kerjanya dikirim ke keluarganya di Pantai Gading. ”Saya sudah membeli truk,” katanya. Kami pun berbicara ngalor ngidul dan tak terasa sudah tiba di hotel.

Hotel Murah Tanpa Mandi
”Ini pak hotelnya,” ujarnya. Saya membayar tarif taksi sekitar 8 euro dan bilang terima kasih atas info hotel. Taksi kemudian melaju.

“Alhamdulilah,” kata saya. Saya akhirnya bisa menemukan hotel menjelang tengah malam. Saat itu, saya lirik jam tangan waktu menunjukan pukul 23.30.

Hotel sangat sederhana. Tidak luas. Sekitar 10 lantai. Hotel kelas melati. Saya kemudian booking. Ternyata benar. Tarif hotel sangat murah untuk ukuran Kota Paris.

”Bila tidak pakai mandi 50 euro. Bila ada mandi tambah 15 euro,” ujarnya. Karena sudah ngantuk benar, saya pilih yang murah tanpa mandi, 50 euro. Toh, kalau mandi, juga pakai kamar mandi di luar.

Saya menerima kunci dan kamar saya ternyata di lantai 4. Saya naik pun pakai tangga. Dan lorong kamar juga kecil. Ini seperti hotel di adegan-adegan film action.

Tiba di kamar, saya segera buka pintu dan masuk kamar. Ternyata kamar sederhana dan cukup rapi. Ada westafel dan ada kloset di pojok kiri.

Saya melepaskan tas dan celana panjang. Setelah itu, saya menggosok gigi persiapan untuk tidur. Sebelumnya saya melihat sekeliling kamar. Ada jendela dan ternyata kamar menghadap ke jalan besar.

Karena sangat lelah dan ngantuk berat, saya kemudian tertidur. Tapi sebelumnya, saya punya rencana harus check out pagi hari untuk memotret lagi Arc de Triomphe di jalan Place Charles de Gaule.

Tapi untuk ke sana bagaimana? Tantangan bagi saya. Mau tidak mau saya harus naik bus kota. Saya harus bangun pagi. Karena kalau kesiangan keburu saya harus balik ke Frankfurt. Jadwal kepulangan dengan kereta pukul 12.30.
Tak lama, saya pun tertidur pulas.

Day 2, Sunny Day
Tidur terasa sebentar. Saya sudah terbangun sekitar pukul 06.00. Saya lihat suasana jalan raya masih sepi. Lampu masih menyala. Saya lihat bangunan seberang jalan ternyata bakery shop. Menjual roti yang panjang-panjang. Roti itu untuk makan pagi.

Saya segera gosok gigi. Dan, berwudlu untuk sholat Shubuh. Setelah sholat, saya tidur lagi dan sekitar pukul 08.00 harus bangun dan check out.

Pukul 07.45, saya terbangun dan packing sedikit. Setelah itu, saya turun dan menemui resepsionis dan check out. Saya juga sempat meminta kartu nama bila suatu kali berkunjung ke Paris lagi. Ternyata hotel ada di Rue du Poteau.

Saya keluar hotel dan menuju jalan raya mencari halte bus kota. Bagaimana pun saya harus naik bus kota dari Rue du Poteau menuju ke CDG (Charles De Gaule). Tak lama, saya menemukan halte. Dan, bus-bus kota memakai angka. Saya lihat bus dari Rue du Poteau yang menuju ke CDG.

Ternyata ada bus menuju ke CDG. Bus N14 dan pindah lagi ke Bus N 11. Saya pun menunggu bus yang dimaksud. Tak beberapa lama, bus N 14 tiba di halte. Saya segera naik. Perjalanan ken CDG cukup lama juga membutuhkan waktu 54 menit.

Sekitar 30 menit kemudian,saya pindah bus ke N 11. Sekitar 25 menit kemudian, bus sudah tiba di CDG. Saya lihat bangunan Arc de Triomphe megah berdiri di seberang.

Saya segera turun bus. Tanpa buang waktu, saya segera memotret Arc de Triomphe. Kebetulan masih pagi dan cuaca bagus. Bila jelang sore, Paris selalu hujan gerimis.

Saya juga meminta touris lain untuk memotret saya. Pokoknya pagi itu saya puas-puaskan memotret Arc de Triomphe. Ini bisa jadi pengalaman hidup yang langka bagi saya. Update wisata ke Paris, untuk hotel saja minim 1 juta per hari. Sedangkan untuk pesawat minim 20 juta PP.

Sekitar pukul 10.00, saya sudah puas memotret Arc de Triomphe. Setelah itu, saya balik ke halte bus untuk mencari bus stasiun kereta Paris Est HGV. Bus itu route no.39. Tak lama menunggu, bus N39 sudah tiba. Saya segera naik bus menuju ke stasiun kereta.

Sekitar 30 menit, bus tiba di depan stasiun kereta Paris Est, HGV. Saya segera turun. Tapi sebelum masuk stasiun, saya belanja tas besar dulu untuk membawa buku yang saya beli dari FBF. Tas barang yang murah saja. Di Paris juga ada tas murah.

Setelah itu saya mencari makan pagi. Saya mampir di sebuah coffee. Ternyata di Paris, makan paginya memakai roti Croissant dan secangkir kopi. Saya memesannya. Setelah makan pagi, saya masuk ke stasiun.

Ketika masuk stasiun, jam keberangkatan kereta menuju ke Frankfurt masih sekitar 1 jam lagi. Saya keliling sebentar di stasiun Paris EST. Sekilas tas dan jam tangan branded cukup mahal juga di mall ini.

Tulisan soal solo backpacker penulis di Jerman dan Perancis ada di buku ini.

Tak lama kemudian, kereta api cepat Perancis, SCNF tiba di stasiun. Bodynya bercat biru laut dan kepalanya mengecurut seperti peluru. Saya segera naik dan sebentar kemudian kereta api meluncur ke Frankfurt.

Dalam perjalanan ke Frankfurt itu, sempat ada pemeriksaan polisi Jerman di kereta. Mereka tanya mau ke mana dan kapan balik ke negara asal. Untungnya, saya membawa lengkap paspor dan tiket PP. Syarat wajib bagi pelancong tiket PP dan paspor harus dibawa serta kemana pun Anda pergi. Bila ada pemeriksaan, pasti dokukmen perjalanan itu yang ditanyakan oleh polisi atau pihak imigrasi setempat.

Sekitar pukul 18.00, kereta masuk stasiun Frankfurt. Saya turun dan segera jalan kaki menuju ke hotel. Tiba di hotel, segera istirahat setelah semalam berpetualang di Paris. Good bye Paris, see you next. (*) makrufmochamad2@gmail.com

Tulisan ini sudah dibukukan di Catatan Wartawan Ndeso, Tankali-Pena Semesta Media, Surabaya, 2021