Sidoarjo, Pijaronline.net – PSBB ketiga sudah berlangsung dua hari ini. Strategi PSBB tersebut pembatasan sosial berbasis desa-desa. Pos check point di jalan-jalan utama akan dikurangi karena dialihkan ke desa serta kelurahan.
Rabu (27/5), sekitar 30 pengurus RT dan RW di Kelurahan Sidoklumpuk, Kecamatan Sidoarjo diundang Kepala Kelurahan Sidoklmpuk Agus Khoirianto untuk rapat bertajuk “Koordinasi Pelaksanaan PSBB Tahap III”. Rapat itu sendiri juga dihadiri oleh wakil Bhabinkamtibmas Polresta Sidoarjo.
Dalam rapat, Agus membuka selama PSBB I dan II, pihaknya sudah mengaktifkan pos-pos jaga (check point) di setiap pintu masuk jalan RT. Pos itu atara lain ada pos 1 sampai 6.Personil penjaga pos itu diambilkan dari warga setempat atau karang taruna.
Kelurahan Sidoklumpuk sendiri ada 18 RT dan 6 RW. Untuk satu pos jaga ditangani dua RT. Jadi bila 18 RT, diperkirakan ada 9 pos jaga.
Pos jaga I ditangani RT 05 dan 06. Satu pos dijaga 6 personil yang berjaga bergiliran tiga shift. Satu shift dijaga 2 orang.
Paling tidak untuk biaya jaga selama 14 hari (sekali periode PSBB), satu RT harus menyiapkan dana talangan Rp. 2.100.000 (asumsi perhari Rp 150.000). Bila dua RT, totalnya Rp. 4.200.000 (biaya 6 personil untuk 3 shif (1 shift= 2 orang)). Biaya penjagaan itu sementara ini dibiayai oleh pihak kelurahan. Hanya saja satu minggu ini dana penjaga pos belum cair.
PSBB III, Kelurahan Himbau Swadaya
Pada PSBB III, Kelurahan Sidoklumpuk mengaku belum ada dana. Dan, Agus menghimbau para pengurus RT untuk menggerakan warga menggunakan dana swadaya. Kelurahan diakuinya tidak ada dana talangan.
‘’Saya mohon untuk penjaga pos check point di PSBB III, saya himbau sementara swadaya RT dulu. Ini kami belum ada dana. Sayang bila tidak dijaga karena sebelumya, kita sudah menjaga dua minggu. Tapi dana nanti akan kami ajukan, ” katanya.
Para peserta itu rapat ada sebagian tidak setuju dengan swadaya. Karena, selama ini dana yang digunakan adalah dana talangan kas RT. Dana kas RT habis-habisan untuk talangan membayar dan konsumsi penjaga pos check point.
‘’Lagi pula, kondisinya juga seperti ini. Kami sungkan menarik dana dari warga untuk urunan. Mereka sudah terdampak Covid, ekonomi sulit. Masak harus dibebani,” kata Maman, Ketua RT 05 RW 02
Ketika Agus menanyakan kesiapan pos, hanya dua RT yang menonaktifkan pos jaganya yakni RT 05 dan RT 04. Alasannya sama tidak ada dana talangan. Namun pintu pos akan dikondisikan tertutup selalu. Dan, bila pukul 22.00, pintu pos dikunci.
Seorang pengurus RT 05 bertanya ada kontradiktif. PSBB III strateginya berbasis pembatasan sosial di desa-desa dengan memperkuat penjagaan di RT-RT. “Tapi mengapa dana belum disiapkan. Apakah kelurahan tidak ada dana talangan seperti desa yang memiliki dana desa, bahkan desa ada BLT DD (Bantuan Langsung Tunai dari Dana Desa ,” tanya warga.
Secara implisit Agus mengisyaratkan kelurahan beda dengan desa. Buktinya, dana untuk membayar pos jaga PSBB III belum ada. Nanti dia akan ajukan dana penjaga pos tapi jangan janjikan kepada warga, dana keluar. “Kami himbau swadaya dulu,” ujarnya.
Selama ini, terkesan segala kegiatan kelurahan tidak semua kelurahan di Sidoarjo dibebankan ke RT-RT. Kelurahan sepertinya berbeda dengan desa yang lebih solid. Padahal desa naik status menjadi kelurahan adalah suatu keistimewaan dan seharusnya performa kinerjanya lebih baik. ‘’Untuk pengajuan desa jadi kelurahan pengesahannya sampai DPR RI,” ujar Agus.
Dana Kelurahan Ternyata Juga Capai 1 M
Tapi mengapa kinerja desa lebih solid dibanding kelurahan. Apa melemahnya kinerja kelurahan karena kelurahan tidak memiliki dana desa. Ini penjelasannya
Untuk diketahui, Kabupaten Sidoarjo terdiri dari 18 kecamatan, 31 kelurahan, dan 322 desa. Di Kecamatan Kota Sidoarjo sendiri, ada 14 kelurahan.
Pada 2019, dana kelurahan dicairkan. Setiap kelurahan akan mendapatkan dana minimal sebesar Rp 700 juta. Total ada 27 kelurahan di Kabupaten Sidoarjo yang akan mendapatkan dana tersebut.
Dana kelurahan disalurkan pemerintah lewat Dana Alokasi Umum (DAU). Ada dua komponen dalam dana kelurahan. Yakni, dana bantuan dari pemerintah dan bantuan dari pemkab. Nominal dana dari pemerintah bergantung pada besaran anggaran dana desa yang paling kecil di wilayah tersebut.
Misalnya, saat ini dana desa yang paling kecil Rp 700 juta. Selain itu juga bergantung pada luas wilayah, tingkat kemiskinan, dan jumlah penduduk.
Sedangkan dana bantuan pemkab jumlahnya sudah ditetapkan. Selama ini pemkab memberikan dana sebesar Rp 400 juta. Jadi total satu kelurahan menerima Rp 1, 1 miliar.
Dana bantuan pemkab 400 juta ini sesuai Permendagri No.130/2018, Tentang Sarana dan Prasarana Kelurahan dan Pemberdayaan Masyarakat. Sesuai Permendagri No 130, 5 persen dana APBD harus dialokasikan ke kelurahan. Berapa total APBD, maka 5 persen dana itu dibagikan ke semua kelurahan.
Pemerintah sudah memberikan panduan untuk penggunaan anggaran. Dana itu digunakan untuk pembangunan dan meningkatkan pelayanan publik agar lebih cepat. (ruf/ary/rs)