Minggu (19/4), Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Gresik sepakat menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
Apa itu PSBB? Menurut Pasal 1 Permenkes No.9 Tahun 2020, ” Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corovirus Disease 2019 (Covid-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Masa PSBB akan diterapkan selama masa inkubasi Covid-19 terpanjang yakni 14 hari. Tapi bila sebaran virus belum mereda, bisa jadi PSBB diperpanjang.
Implementasi PSBB itu nanti tergantung peraturan gubernur,dan peraturan walikota atau bupati setempat. Yang jelas bila PSBB diterapkan tentu ada pembatasan kegiatan sosial tertentu.
PSBB kali pertama diterapkan di DKI Jakarta. Sekolah ditutup dan dilanjutkan belajar di rumah. Perusahaan kecuali yang strategis juga ditutup diganti work from home. Kegiatan acara budaya juga ditutup. Kecuali pernikahan di KUA tanpa resepsi dan khitan tanpa perayaan.
Tempat ibadah tutup. Kecuali mengunjungi pemakaman Covid-19 dan itu pun tak lebih dari 20 orang. Tempat hiburan atau fasilitas umum tutup, kecuali mini market, pasar dan toko, apotek, minyak, gas dan PLN. Transportasi umum dibatasi penumpang maksimal 50%. Ojol hanya beroperasi membawa barang. Operasional angkutan umum mulai pukul 06.00 sampai 18.00.
Dasar PSBB didasarkan pada Undang Undang (UU) No.6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesahatan. Dalam UU ketentuan dan kriteria PSBB lebih lanjut diatur dalam PP No.21 Tahun 2020 tentang PSBB dan rangka percepatan penanganan Covid-19. Pemerintah juga menerbitkan Permenkes No.9 Tahun 2020 sebagai pedoman PSBB.
PSBB beda dengan lockdown. Bila PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu. Tapi lockdown semua kegiatan masyarakat harus dihentikan. Mereka hanya tinggal di dalam rumah. Yang berkeliaran hanya polisi, tentara dan petugas medis. Makanan penduduk disiapkan oleh pemerintah. Ini seperti dilakukan China ketika menerapkan lockdown di Wuhan.
***
Dalam UU Kekaratinaan Kesehatan, pemerintah wajib menyediakan kebutuhan dasar penduduk wilayah yang menjalani karantina. Sekarang, mari kita menghitung berapa biaya makan penduduk untuk kebutuhan karantina wilayah selama 1 bulan sampai 4 bulan.
Surabaya = 378 M (1 bulan), 1,5 T (4 bulan)
Total penduduk Surabaya (2019) 3.150.000 : 5 (1 KK= 5 orang) = 630.000 KK X Rp. 600.000 (asumsi 1 paket sembako Rp. 150.000 x 4 minggu =Rp.600.000) = 378.000.000.000 (378 M) untuk 1 bulan lockdown. Berapa kalau 4 bulan. Jadi 4 x 378 M = 1.512.000.000.000. (1,5 T).
Sidoarjo = 271 M (1 bulan) 1,08 T ( 4 bulan)
Total penduduk Sidoarjo (2019) 2.262.440 : 5 (1 KK =5 orang) = 452.488 KK x Rp. 600.000 (asumsi 1 paket sembako Rp. 150.000 x 4 minggu =Rp.600.000) = 271.492.800.000 (271 M) untuk 1 bulan lockdown. Berapa kalau 4 bulan. Jadi 4 x 271 M = 1.085.871.200.000 (1,08T)
Gresik = 158 M ( 1 bulan), 633 M ( 4 bulan)
Total penduduk Gresik (2019) 1.319.314 : 5 (1 KK =5 orang) = 263.862 KK x Rp. 600.000 (asumsi 1 paket sembako Rp. 150.000 x 4 minggu =Rp.600.000) = 158.317.680.000 (158 M) untuk 1 bulan lockdown. Berapa kalau 4 bulan. Jadi 4 x 271 M = 633.270.720.000 (633 M)
Jawa Timur = 4,7 T ( 1 bulan), 19,05 T ( 4 bulan)
Berapa angka Jawa Timur biaya lockdown 38 kabupaten/kota di Jawa Timur? Total penduduk Jawa Timur (2019) 39.698.631 : 5 (1 KK =5 orang) = 7.939.726 KK x Rp. 600.000 (asumsi 1 paket sembako Rp. 150.000 x 4 minggu =Rp.600.000) = 4.763.835.720.000 (4,7 T) untuk 1 bulan lockdown. Berapa kalau 4 bulan. Jadi 4 x 4,7 T = 19.055.342.880.000 (19,05 T)
Total bantuan makanan itu berdasarkan KTP. Bagaimana warga urban yang tidak memiliki KTP daerah setempat. Bantuan warga urban bisa diambilkan dari jatah pegawai negeri, pns, TNI dan Polri. Karena gaji mereka sudah bulanan dan dibayar pemerintah.
Bantuan sembako atau BLT (Bantuan Langsung Tunai) harus betul-betul disalurkan ke semua penduduk, kecuali pegawai negeri dan pengusaha besar,semua penduduk harus memperoleh bantuan sembako atau BLT tersebut. Besaran bantuan itu bisa diklasfikasi pada berapa rata-rata income, dan apakah berkeluarga atau single.
Bagaimana lockdown di Malaysia?
Bila pemerintah tidak bisa, harusnya berguru dan melihat upaya negara jiran Malaysia dalam memberikan bantuan kepada semua penduduknya dengan klasifikasi pendapatan dan status berkeluarga atau single. Ini yang membuat kita iri dengan negara tetangga.
Uang bantuan tidak pakai untuk pelatihan online segala yang materinya seperti pelatihan gratis di youtube, tapi di Malaysia semua bantuan untuk penduduknya dalam bentuk tunai.
Penulis memiliki seorang teman warga Malaysia, Syaiful. Dia tinggal di Kuala Lumpur. Sudah satu bulan ini, dia berada di rumah. Itu karena Malaysia sudah lockdown atau istilah Malaysia-nya, Perintah Kawalan Pergerakan (PKP).
Mau tahu berapa BLT yang diterima teman saya tadi? Teman saya tadi menerima Bantuan Prihatin Nasional (BTN) RM.1600 (kurs 1 RM= Rp. 3.500) yang diterima dalam dua bulan. Bulan April, RM.1000 dan Mei, RM.600.
Sedangkan, yang single atau bujang memperoleh BTN, RM.800 dibagi dua bulan. Bulan April, RM.500, dan Mei, RM.300.
Konsekuensinya warga Malaysia harus betul betul diam di rumah. Tidak boleh keluyuran apalagi berjubel mengurus perpanjangan SNTK, PKB dan SIM di Samsat yang notabene adalah kantor pemerintah.
Mau tahu berapa denda bila warga keluyuran? “Bila ada warga keluar rumah terkena denda RM.1000,” ujar Syaiful.
Rincian BTN Malaysia adalah rumah tangga, pendapatan RM.4000 ke bawah, BTN=RM.1.600, rumah tangga, pendapatan RM,4.001-8000, BTN=1.000. Sedangkan, bujang (single), pendapatan RM.2000 ke bawah, BTN, RM=800, dan bujang pendapatan RM.2.001 sampai 4.000, BTN= RM.500.
Semoga pemerintah bisa menyalurkan BLT untuk semua penduduk dengan klasifikasi penghasilan dan status berkeluarga atau single seperti di Malaysia. Karena bila BLT itu disalurkan partial hasilnya juga tidak merata. (*)
Penulis : Mochamad Makruf
Pengelola news online www. pijaronline.net