Semoga Sidoarjo Maju
SELAMAT kepada Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo terpilih periode 2021-2024, Ahmad Muhdlor-Ali Subandi. Pada Jumat (22/1/21), KPU Sidoarjo menetapkan mereka berdua sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo melalui rapat pleno terbuka di Fave Hotel, Jalan Jenggolo, Sidoarjo.
Penetapan itu dilakukan pasca terbitnya surat Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) dari MK, Rabu ( 20/01/21). Dalam rapat pleno itu dihadiri forkopimda, bawaslu, sekda, Asisten 1 Pemkab Sidoarjo, Sekwan DPRD, bakesbangpol Sidoarjo, dan perwakilan dari PPK.
Didasarkan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo 2020 oleh KPU Sidoarjo, pasangan calon (paslon) nomor 2, Muhdlor-Subandi memperoleh suara terbanyak yakni 387.766 atau 39,8 persen. Sedangkan, paslon nomor 1, Bambang Haryo-Taufiqulbar memperoleh 373.516 atau 38,3 persen suara dan paslon nomor urut 3, Kelana Aprilianto–Dwi Astutik meraup 212.594 suara atau 21,8 persen.
Usai penetapan, Mudhlor mengatakan berterima kasih kepada para pihak terkait pelaksanaan Pilkada Sidoarjo yang berjalan dengan tertib, aman dan lancar. “Terima kasih kepada KPU, Bawaslu, Pj Bupati Sidoarjo dan kepolisian yang telah melaksanakan tugasnya dengan tertib, aman dan lancar,” kata Mudhlor.
Sebagai warga Sidoarjo, penulis menunggu kiprah dan kerja keras bupati dan wakil bupati terpilih. Mereka berdua diharapkan lari kencang, kerja fokus, dan tidak toleh kanan-kiri. Bersih dari KKN. Abaikan kepetingan pribadi dan golongan. Semua harus didasarkan kinerja yang profesional. Lelang proyek harus bersih. Maka hasil pekerjaan proyek pun berkualitas. Anggota DPRD Sidoarjo pun harus mendukungnya. Jangan menghambat bila tujuannya membangun ketertinggalan Sidoarjo.
Jadi, Pemkab dan DPRD Sidoarjo harus sinergi, fokus lurus dan tembus membangun ketertinggalan Sidoarjo dalam pembangunan infrastruktur yang tertinggal 20 tahun bila dibandingkan Kota Surabaya. (Baca: https://pijaronline.net/jadi-bupati-sidoarjo-jangan-cari-uang-tapi-pengabdian)
KEMACETAN ABADI, BUNDARAN ALOHA-GEDANGAN-SRUNI
Ya…Sidoarjo tertinggal 20 tahun. Tengok saja jalan utama bundaran Aloha dan Bandara Juanda masih macet total. Terus ke selatan perempatan monumen perjuangan dan perempatan Gedangan macet mampet. Demikian pula pertigaan jalan masuk Perumahan Jaya Land dan SPBU dan ke selatan lagi perempatan Seruni. Mumet sejak 20 tahun lalu.
Saya tidak tahu jalan utama itu tanggung jawab siapa? Pemkab Sidoarjo atau Provinsi Jawa Timur atau pusat. Yang jelas karena memasuki wilayah Sidoarjo, arus lalu lintas selalu macet-cet melalui rute jalan tersebut. Ini jelas sangat menganggu kenyamanan warga.
Bila di Bundaran Aloha terbentur ada tanah TNI AL, ajak dialog. Bagaimana baiknya. Kepentingan masyarakat umum lebih utama. Bila kemacetan jalan utama bundaran Aloha lanjut ke selatan sampai perempatan Sruni tidak terpecahkan, menunggu Gubernur Jawa Timur atau Bupati Sidoarjo era siapa bisa memecahkan masalah jalur utama Sidoarjo.
Bila Muhdlor-Subandi dengan masa kerja efektif empat tahun ini bisa memecahkan masalah kemacetan jalan utama Sidoarjo tersebut, penulis acungi jempol dobel. Top markotop. Hebat. Maka dipastikan PKB akan menguasai Sidoarjo lagi. Penulis juga pastikan Muhdlor-Subandi terpilih kali kedua pada Pilkada 2024-2029.
BANGUN KANTOR PEMKAB URGENT
Ditambah lagi, mereka juga memiliki tugas segera merealisasikan pembangunan Kantor Pemkab dan DPRD Sidoarjo baru. Karena kedua kantor tersebut sudah berusia 30 tahun lebih. Tengok saja pagar kantor pemkab yang dekat traffic light sisi selatan sudah tua, roboh dan sepertinya tidak terurus.
Pada 1997-2000, penulis pernah bertugas meliput di Sidoarjo ketika era Bupati Sudjito (1995-2000), Kantor Pemkab dan DPRD Sidoarjo ya…seperti itu. Tidak ada perubahan. Padahal kantor pemkab tersebut entah dibangun sejak era bupati siapa, apakah Soewandi (1975-1985), Soegondo (1985-1990) atau Edhi Sanyoto (1990-1995)?
Demikian pula gedung DPRD Sidoarjo. Kondisinya sama dengan Kantor Pemkab Sidoarjo. Bangunannya tua. Apa yang dibanggakan bila terpilih sebagai wakil rakyat beberapa periode tapi tidak membawa perubahan signifikan pada pembangunan Sidoarjo? Ibaratnya sibuk urus perut tidak sempat membeli baju baru.
Pada Selasa (14/7/20), almarhum Plt Bupati Sidoarjo, Nur Achmad Syaifuddin mengatakan Pemkab Sidoarjo berencana membangun gedung Pemerintahan Daerah Sidoarjo pada 2021. Gedung tersebut nantinya akan menjadi sentra layanan terpadu bagi masyarakat Sidoarjo.Dana yang disiapkan awal Rp 100 miliar.
“Juga nanti di 2021 kami menganggarkan untuk gedung pemda itu. Bukan 17 lantai, hanya 7 sampai 8 lantai kemungkinan. Lokasinya tetap di situ (Gedung Pemkab Sidoarjo sebelah selatan Alun-alun Sidoarjo), karena tidak mungkin itu dibiarkan begitu,” kata Nur seperti dikutip dari sidoarjonews.id.
Sebenarnya, eks Bupati Saiful Ilah pernah merencanakan bangunan 17 lantai. Namun mendapat penolakan masif dari sejumlah fraksi. Dalam konsep 17 lantai itu selain perkantoran OPD juga untuk mall, kantor swasta, kebugaran dan publik servis. Saiful kala itu hanya didukung FKB saja. Penulis tidak tahu mengapa ada penolakan anggota dewan yang terhormat padahal Kantor Pemkab dan Gedung DPRD sangat urgent untuk dirobohkan.
Rencana pembangunan gedung Pemkab 8 lantai itu pun juga sedikit ada penolakan. Seperti dikutip dari harianbhirawa.co.id, anggota FKB DPRD, Damroni Chudori, Selasa (13/10/20) mempertanyakan apakah perlu membangun gedung 8 lantai. Apakah sudah dipertimbangkan manfaat dan bagaimana dengan Amndal Lalin. Tidak semua kantor OPD dijadikan satu atap. Seperti dinas Capil, Disdik, perizinan dan lainnya tidak harus dalam satu bangunan.
Bila semua kantor OPD jadi satu atap menurut Damroni, apakah sudah diperhitungkan Amndal Lalin. Yang dikuatirkan kemacetan yang terjadi di seputar kantor terpadu. Penumpukkan PNS yang berkantor di situ, masyarakat yang mengurus izin bisa menimbulkan kemacetan baru di situ.
“Saran saya jangan 8 lantai. Tetap saja dibangun 2 lantai dilengkapi RTH, kolam ikan hias dan tanaman hias. Jadi sebuah perkantoran Pemkab yang ikonik,” ucapnya saat itu.
Jadi belum dibangun sudah ruwet duluan. Bila terus dihalangi, kapan Sidoarjo bisa mengejar ketinggalan. Bisa jadi ini penyebab Sidoarjo stagnant. Prinsipnya legislatif harus mendukung semua ide eksekutif bila tujuannya membangun Sidoarjo yang bebas KKN.
Anggota dewan yang terhormat. Anda harus terbangun dari mimpi. Halo…Sidoarjo jauh tertinggal. Jangan halangi. Bandingan kantor Pemkab dan Dewan Sidoarjo dengan Kantor Pemkot Batu dan Pemkab Malang, apalagi Banyuwangi. Njomplang. Atau mungkin Sidoarjo belum saatnya memiliki visi jauh ke depan. Alon-alon sing penting kelakon.
Contoh Banyuwangi. Letaknya di ujung wilayah Jawa Timur tapi menjadi pemkab the best se-Indonesia. Mantan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anaz melibatkan para arsitektur kondang tanah air untuk face off wajah Banyuwangi. Para arsitektur itu menonjolkan pembangunan karakteristik lokal dan green architecture. Beberapa arsitek pilihan itu di antaranya Andra Matin berperan membangun Bandara Blimbingsari, Yori Antar, arsitektur pembangunan gedung perpustakaan, Adi Purnomo, pembangunan RTH (Ruang Terbuka Hijau), Budi Pradono, Supie Yoladi dan arsitek top lainnya. Semua lancar saja.
Apakah Bupati Sidoarjo terpilih nanti bisa berkiprah seperti mantan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas atau mantan Walikota Surabaya Tri Rismaharani–yang hanya 10 tahun bisa mengubah wajah Surabaya? Semoga saja bisa.
Pembangunan Sidoarjo jalan di tempat selama ini di bidang infraktur juga karena kontrol pers sendiri kurang. Pers seharusnya tetap mengambil sikap oposisi. Menempatkan diri di luar pemerintahan, dan siap melakukan kritik. Bukan sebaliknya, mengiyakan saja apa kata pemerintah.
Bila ada pembangunan jalan di tempat atau ada indikasi salah, pers segera menegurnya dengan tulisan. Maka bila tidak ada kontrol, terjadilah OTT KPK. Terkadang ironis. Pemkab Sidoarjo banyak peroleh penghargaaan administrasi bersih KKN. Tapi kepala daerah-nya terkena OTT KPK. Ini tidak sinkron.
LAMPU KUNING PKB
Kemenangan Muhdlor-Subandi di Pilkada Sidoarjo seharusnya tidak menjadikan PKB senang. Tapi PKB harus waspada. Lampu kuning. PKB kondisinya kritis. Karena suara PKB turun sekitar 30 persen dibanding dua Pilkada sebelumnya.
Pada Pilkada 2010, mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah yang diusung PKB menggandeng Hadi Sutjipto sebagai wakil bupati. Dia menang dan menjadi Bupati Sidoarjo 2010-2015.
Pada 2015, Syaiful menggandeng almarhum Nur Ahmad Syaifudin (meninggal karena Covid-19 pada 22/8/20) sebagai wakilnya. Dia pun terpilih kali kedua sebagai Bupati Sidoarjo, 2016-2020. Namun sebelum mengakhiri jabatannya dengan mulus, dia terjerat OTT KPK pada Selasa (7/1/20) dan disita uang tunai Rp 1,8 miliar.
Dua kali menang di Pilkada Sidoarjo, Syaiful menguasai suara 60 persen. Namun setelah Syaiful terjerat OTT KPK, diduga suara PKB melemah. Muhdlor-Subadi, yang diusung PKB menang hanya dengan suara 39,8 %. Selisih 14.250 suara atau 1,4 persen dibanding suara paslon nomor 1, Bambang Haryo-Taufiqulbar. Selisih tipis. Kalah satu kampung.
Bila saat itu paslon Bambang-Taufiqulbar bisa meraih kemenangan di Kecamatan Sedati dimungkinkan nomor 1 unggul. Namun faktanya, paslon Muhdlor dan Subandi unggul di Kecamatan Sedati. Padahal, Kecamatan Sedati adalah home base Taufiqulbar.
Karena itu, pasangan Bupati-Wakil Bupati Sidoarjo, Muhdlor-Subandi dituntut kerja keras mengembalikan kejayaan PKB Sidoarjo. Bila kinerja mereka melemah dan tidak sesuai harapan warga Sidoarjo, maka habislah dominasi kejayaan PKB di Sidoarjo.
Warga Sidoarjo saat ini memang memimpikan seorang Bupati Sidoarjo yang trengginas, langsung turun ke lokasi bila ada laporan warga terkait permasalahan infrastruktur atau pelayanan publik, dan segera action mengatasinya. Doer. Suka bekerja.
Gambaran pemimpin Sidoarjo seperti itu ada pada Pj Bupati Sidoarjo, Hudiyono. Dalam sepak terjangnya, Hudiyono mengedepankan pelayanan kepada masyarakat karena bupati adalah pelayan masyarakat. Bukan sebaliknya.
Namun sayang Hudiyono hanya pejabat sementara. Padahal warga menginginkan dia jadi bupati definitif Sidoarjo. ”Sayang, Pak Hudiyono hanya bupati pejabat sementara. Coba dia jadi bupati Sidoarjo sebenarnya, pasti warga senang,” kata seorang pendengar Radio Suara Surabaya.
Siapa Hudiyono? Hudiyono sudah 35 tahun sebagai PNS. Sebelumnya, masa kerjanya lebih banyak konsentrasi di dunia pendidikan. Lebih dari 30 tahun malang melintang mengurusi pendidikan di Jawa Timur. Meski usia tidak muda lagi, tahun 2016 Hudiyono melanjutkan S3 di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya dan meraih gelar doktor ilmu administrasi fakultas ilmu sosial dan politik. Pendidikan Master-nya pada Fakultas Psikologi di Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta.
Sebelum dilantik Gubernur Khofifah jabatan terakhir Hudiyono adalah kepala Biro Administrasi Kesejahteraan Sosial Setda Provinsi Jawa Timur merangkap Plt. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Hudiyono dilantik sebagai Pj Bupati Sidoarjo oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pada Kamis (1/10/20).
Semoga kiprah Muhdlor sebagai Bupati Sidoarjo minimal bisa seperti Hudiyono. Cepat merespon laporan masyarakat dan segera menyelesaikannya. Selamat bekerja. Kami tunggu hasilnya empat tahun ke depan. Sidoarjo ada perubahan atau jalan di tempat. (Mochamad Makruf*)
Penulis Wartawan Senior dan Mantan Panwas Pemilu 2004 Kabupaten Sidoarjo