Sidoarjo, Pasien Covid-19 Turun Dua Bulan Terakhir

457
Dua perawat ketika memeriksa suhu badan dan melakukan rapid test terhadap para pelanggar jam malam PSBB Sidoarjo di Mapolresta Sidoarjo beberapa waktu lalu. (Foto/ary/pijaronline)

BAGAIMANA sebaran Covid-19 di Sidoarjo saat ini? Naik atau turun? Pada bulan apa kenaikan tajam sebaran Covid di kota udang ini? Bila hanya ditunjukan data tentu jawaban kurang memuaskan. Tapi ini pengakuan dari seorang perawat sebuah rumah sakit swasta di Sidoarjo.

Si perawat ini menolak disebut namanya karena khawatir ditegur atau disanksi atasannya. Semula dia tidak keberatan. Tapi ketika wawancara usai, dia ternyata kepikiran dan tidak bisa tidur.

Esoknya si perawat ini sebut saja Tina kirim WA ke penulis agar namanya dan nama rumah sakit jangan disebutkan. Karena rumah sakit tempatnya bekerja terkena krisis pandemi. Jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit ini drop dan tinggal 25 persen saja.

”Kini rumah sakit tengah promosi bahwa rumah sakit tempat saya bekerja hanya rumah sakit rujukan.Tidak menerima pasien covid yang rawat inap,” katanya.

Bagaimana sebaran Covid per Oktober 2020 ini? “Turun. Sebaran Covid turun. Tanda-tanda dimulai sejak September. Beda dengan bukan Maret, April, Mei, Juni, Juli, dan Agustus. Bulan-bulan itu sebarannya tinggi,” ujarnya.

Dari mana Anda tahu kalau sebaran turun? “Dari pasien yang datang ke rumah sakit. Saya dinas di UGD. Jadi sebelum pasien itu rawat inap tentu harus diperiksa dulu oleh dokter umum di UGD. Apakah pasien sakitnya parah atau tidak, pasien rawat jalan atau inap. Itu semua ditentukan di UGD. Dan, bulan September sampai Oktober, pasien terindikasi Covid turun. Turun,” katanya.

Dia menceritakan, rumah sakitnya memang bukan rumah sakit rujukan. Disebut bukan rumah sakit rujukan, rumah sakit ini tidak menerima pasien Covid yang rawat inap. “Bila ada pasien datang dan terindikasi Covid, kami segeta mencarikan rumah sakit rujukan. Bila dapat, pasien langsung diantar ke rumah sakit rujukan,” katanya.

“Pernah sih ada satu pasien sampai harus menginap di ruang isolasi. Itu karena pasien belum memperoleh rumah sakit rujukan. Tapi untungnya, dia dapat dan segera kami kirim,” tambahnya.

Pasien Covid-19 Cenderung Tidak Jujur

Dalam menangani pasien di masa pandemi, semua dokter dan perawat di rumah sakit khususnya di UGD memakai APD. Yakni APD level 2. Karena kami tidak tahu pasien yang datang itu bisa saja terindikasi Covid. Bila kami pakai APD level 1 bisa bahaya,” katanya.

Apakah pasien cenderung tidak jujur bila terkena Covid? “Iya. Itu karena sudah ter-stigma di masyarakat bila covid penyakit yang memalukan. Dikucilkan. Diwaspadai. Maka pasien yang datang bila kena Covid cenderung menutupi sakitnya. Dia tak bisa mengelak terkena Covid setelah hasil di-rotgen atau di swab,” katanya.

Hasil rotgen pasien terindikasi covid biasanya ngeblok putih semua. Bila pasien sehat, gambar paru ngeblok hitam. Itu paru-paru pertanda sehat. Tapi bila hitam tadi digantikan putih wah terindikasi Covid,” katanya.

Ada cerita, pasien A sebelumya ke rumah sakit A hasil diagnosis terindikasi Covid, dia menolak dan pindah ke rumah sakit B. Di rumah sakit B hasil pemeriksaan sama. Pasien itu pindah ke rumah sakit tempatnya kerja dan hasilnya pasien indikasi Covid.

“Indikasinya batuk, demam. lemas, nafsu makan hilang, penciuman menurun, dan ada sakit perut yang tidak reda-reda. Ritme nafasnya pendek-pendek. Covid itu sakit 1000 wajah. Indikasinya berubah-ubah,”katanya.

Pemeriksaan tahap pertama, pasien diperiksa darah lengkap. Tes darah ini juga sulit deteksi Covid. Pada pasien non Covid bila demam hasil tes darah tentu lekositnya naik. “Tapi bila pasien Covid, dia demam tapi tes lekosit normal. Baru kemudian dirotgen ketahuan hasil ngeblok putih. Setelah itu pasien di tes swab, baru positif,” ujarnya.

Setelah diketahui diketahui positif Covid, maka pasien dimasukan ke ruang isolasi sebagai ruang penampungan sementara. Pihak rumah sakit lantas merujuk pasien ke rumah sakit rujukan Covid di Sidoarjo sampai memperoleh kamar. Tapi biasanya cepat dapat rumah sakit rujukan.

“Ketika pasien Covid di ruang isolasi, dokter dan perawat memakai APD level 3 atau baju hazmat. Memakai baju hazmat juga susah. 8 jam memakainya dijamin keringat bisa 200 ml,” katanya.

Selama pandemi mulai Maret dan sampai Oktober, Alhamdulilah dirinya sehat. Meski ada temannya sesama perawat dan seorang dokter meninggal karena Covid-19. Meski status rumah sakitnya bukan rumah sakit rujukan tapi menyisakan korban.

Apa resep sehat-nya? “Istirahat cukup. Happy saja. Jangan lupa konsumsi susu, telur dan minum supplemen pil Becom-C, 500 mg atau Becom-Zet, 750 mg per hari. Dan, berdoa kepada Allah agar selalu diberi keselamatan dan kesehatan,” katanya.

“Jangan lupa menerapkan protokol kesehatan. Bermasker N95 bila ada atau pokoknya bermasker, rajin cuci tangan, dan hindari kerumunan,” tambahnya.
(ruf)