Sidoarjo-Pijaronline.net-Ketersediaan tahu dan tempe di empat pasar Kota Sidoarjo langka. Minggu (3/1). Sulit mencari lauk khas Indonesia tersebut di Pasar Larangan, Pasar Kauman (belakang Plaza Matahari), Jalan Gajah Mada, Pasar Rizal Kemiri dan Pasar Desa Bluru Kidul.
Mengapa kosong? “Para pedagang mogok, mas. Karena harga kedelai naik. Jadi tahu dan tempe langka,” kata Samsi, seorang pedagang sayur.
Sekitar pukul 09.00, keberadaan tahu tempe di Pasar Kauman (belakang Plaza Matahari) kosong. Biasanya dua lauk khas Indonesia itu melimpah keberadaannya. Tapi pagi itu kosong.
Sekitar pukul 10.00, cek tahu tempe di Pasar Rizal Jalan Kemiri juga kosong. Ada satu pedagang tahu besar di tengah-tengah pasar sisi selatan, juga kosong. Lapaknya sudah tutup sejak dua hari lalu.
Sekitar pukul 10.30, cek di Pasar Desa Bluru Kidul, keberadaan tahu tempe kosong. ”Pedagang mogok mas. Harga kedelai untuk tempe dan naik,” tegasnya seorang pedagang.
Kelangkaan tahu tempe di Sidoarjo Kota ini beralasan. Karena dikutip dari wartaekonomi.co.id, harga kedelai naik karena harga impor kedelain dari China ada penyesuaian harga.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, Suhanto mengatakan, kenaikan tersebut diketahui setelah pihaknya melakukan koordinasi dengan Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo).
Harga kedelai impor di tingkat perajin katanya mengalami penyesuaian atau kenaikan dari Rp9.000 per kg pada November 2020 menjadi Rp9.300-9.500 per kg pada Desember 2020. Naik sekitar 3,33-5,56 persen.
“Dengan penyesuaian harga, diharapkan masyarakat akan tetap dapat mengonsumsi tahu dan tempe yang diproduksi oleh perajin,” kata Suhanto dikutip dari keterangannya, Sabtu (2/1/2020).
Sementara itu, pada Desember 2020 harga kedelai dunia dikatakannya tercatat sebesar US$12,95 per bushels. Naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat US$11,92/bushels.
Berdasarkan data The Food and Agriculture Organization (FAO), Suhanto menyebutkan harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 US$461 per ton. Naik 6 persen dibanding bulan sebelumnya US$435/ton.
Menurut Suhanto, faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia diakibatkan lonjakan permintaan kedelai dari Tiongkok kepada Amerika Serikat selaku eksportir kedelai terbesar dunia.
Pada Desember 2020 permintaan kedelai Tiongkok naik 2 kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan Amerika Serikat, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah.
Hal itu menyebabkan terjadinya hambatan pasokan terhadap negara importir kedelai lain termasuk Indonesia. Gakoptindo menyatakan, akan turut melakukan penyesuaian harga tahu dan tempe dengan harga kedelai impor.
“Stok saat ini tidak dapat segera ditambah mengingat kondisi harga dunia dan pengapalan yang terbatas. Penyesuaian harga dimaksud secara psikologis diperkirakan akan berdampak pada harga di tingkat importir pada Desember 2020 sampai beberapa bulan mendatang,” tutur dia.
Meski demikian, Suhanto menekankan berdasarkan data Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo), saat ini para importir selalu menyediakan stok kedelai di gudang importir sekitar 450.000 ton.
“Apabila kebutuhan kedelai untuk para anggota Gakoptindo sebesar 150.000-160.000 ton per bulan, maka stok tersebut seharusnya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan 2-3 bulan mendatang,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Suhanto berharap importir yang masih memiliki stok kedelai untuk dapat terus memasok secara berkelanjutan kepada anggota Gakoptindo dengan tidak menaikkan harga.
Berdasarkan data BPS, saat ini harga rata-rata nasional kedelai pada Desember 2020 sebesar Rp11.298 per kg. Harga ini turun 0,37 persen dibanding November 2020 dan turun 8,54 persen dibandingkan Desember 2019. (ruf/others)