Ketika SMP Berjualan Kue, Jadi Dokter dan Dirikan Klinik

1087

Owner Klinik Layar Husada

Oleh: Mochamad Makruf

Adalah prestasi yang luar biasa, bila seorang dokter bisa mendirikan klinik sendiri. Itu seperti dialami pada dr Berlian Aniek Herlina MPsi. Tidak ada keinginan sebelumnya dia mendirikan klinik. Tapi ternyata dia bisa mendirikannya.  Namanya klinik Layar Husada di Desa Sukorejo, Buduran, Sidoarjo. Bagaimana dia bisa mendirikan klinik? Berikut kisahya.

BERLIAN diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) melalui jalur PMDK pada 1985. “Saya jurusan IPA dan alumnus SMAN 1 Sidoarjo pada 1985.Bila ingin diterima di FK melalui jalur PMDK, ya…ambil jurusan IPA. Nilainya sejak kelas 1 sampai 3 harus naik terus. Tidak boleh turun,” jelasnya.

Sejak SD, Berlian mengaku hobinya belajar. Bila dia belajar mulai pukul 21.00 sampai pagi. Itu sudah kebiasan baginya. Bukan belajar kebut semalam  bila akan ada ulangan. Tapi  kebiasaan belajar  tersebut  dilakukan setiap hari.

dr Berlian Aniek Herlina MPsi

Bila ada  buku pelajaran baru,  dia bisa membaca dan mempelajarinya habis hanya tiga hari. Karena kutu buku, nilai rapor SD, SMP dan SMA selalu memperoleh ranking. “Sudah langganan juara,”‘ujarnya

Tapi dia bukan tipe orang egois. Kepandaiannya di akademik tidak dimilikinya sendiri.Bila ada ujian sekolah, dia sudah selesai dulu, dia tidak mau keluar kelas. Dia  siap mengajari teman-temannya terkait soal-soal ulangan bila ada yang bertanya. “Saya itu orangnya tidak bisa. Gak mentolo. Saya harus bantu teman yang tidak bisa,” katanya.

Karena bakat akademiknya, pendidikan kedokteran dijalaninya mulus. Dia pun lulus FK Unair pada 1991 namun pada 1992  baru diwisuda. ‘’Kelulusan saya juga karena doa ibu. Doa ibu sangat mujarab,” jelasnya.

Dia kemudian menjalani koas atau co-assistant,  dokter muda  selama dua tahun. Sebelum wisuda itu, pada 1988, dia sudah menikah dengan Iskandar, seorang PNS di Departemen Perhubungan (Dephub) Laut.

Pendidikan suaminya adalah nakhoda. Tapi saat itu, suaminya seorang  pejabat di Dephub Laut, Distrik Sarana Navigasi.  Suami bertanggung jawab terhadap operasional mercusuar di wilayah Indonesia Timur, termasuk Jawa Timur. ”Saya sering pergi mengikuti pekerjaan suami. Sehingga, saya tidak sempat ambil pendidikan dokter spesialis,” ujarnya.

Suaminya kini sudah pensiunan PNS. Namun, ingatannya masih tajam menyebutkan total  mercusuar di Jawa Timur. “Jumlah mercusuar yang dijaga 18 dan tidak dijaga 20.Tujuan mercusuar untuk memberitahuan kapal-kapal bahwa ada wilayah yang dangkal dan harus dihindari. Juga sebagai pemberitahu sudah dekat dengan pelabuhan. Mercusuar di Jamuang, utara Bangkalan,sebagai pintu masuk ke Pelabuhan Tanjung Perak,” kata Pak Iskandar–yang langsung dihubungi Berlian via handphone ketika ditanya mengapa ada mercusuar.

Pada 1989, lahir anak pertamannya laki-laki Beragasthian (32). Seperti juga ibunya, Beragasthian memiliki bakat akademik. Dia sering juara. SMP dan SMA masuk kelas akselerasi. Anak pertama ini alumni Fakultas Teknik Unibraw. “Kini dia menekuni  bidang usaha property,” ujarnya.

Usai menjalani pendidikan sebagai dokter muda, Berlian menjadi dokter PTT (Pegawai Tidak Tetap) di Puskesmas Jombang. Mulai 1992 sampai 1995. “Saya naik bus PP Sidoarjo-Jombang selama tiga tahun meski pada 1994 saya hamil anak kedua,” katanya.  Apa tidak capek atau ada rumah kontrakan di Jombang?  “Ada sih. Tapi saya lebih  suka perjalanan pulang pergi naik bus,” katanya.

Pada 1994, lahir anak keduanya yakni Nughaheni Puspitasari (27) atau akrab dipanggil Nuke Iskandar. Nuke juga memiliki bakat akademik seperti ibunya. SMP dan SMA kelas akselerasi. Anak keduanya ini jebolan ITS. Tapi usai wisuda, dia sudah diperistri oleh seorang PNS asal Tuban. Suaminya tidak mengizinkan bekerja di luar rumah. Kini anaknya tinggal dengan keluarganya di Tuban.

”Anak perempuan saya ini, pandai segalanya. Menyanyi dan bermain piano. Dia juga jago berbahasa Inggris. Saat ini dia ada ada produk buatan sendiri alat peraga belajar Bahasa Inggris untuk anak TK. Bagaimana mengenalkan jenis gender pada anak. Bisa dicek di channel youtube-nya Bingo English. Karena sejak kecil, dia sering kursuskan bahasa Inggris di EF,” ujarnya.

Usai menjalani dokter PTT selama tiga tahun, Berlian dan keluarga  akhirnya menetap di rumah mertua di Desa Sukorejo, Buduran. Rumah yang kini sudah dibelinya itu ternyata cikal bakal tempat Klinik Layar Husada. Di rumah itu, dia membuka praktik dokter umum pribadi sendiri sambil menjaga kedua anaknya.”Saat itu dokter praktik masih jarang. Tentu saya banyak dapat pasien atau pelanggan. Lama-kelamaan tempat praktik saya ramai,” jelasnya.

Selain buka praktik sendiri,  Berlian masih nyambi bekerja lainnya. Yakni sebagai dokter perusahaan, dosen tamu, dokter Astek, dan bekerja di suatu klinik kesehatan di Surabaya. “Di klinik itu, saya ditawari masuk manajemen. Mengurus segala sesuatu urusan manajemen, administrasi SDM dan perizinan klinik. Dari sini, dia belajar banyak bagaimanan mengurus majanemen operasional klinik. Saya banyak pengalaman bekerja di klinik tersebut,” katanya.

BUKA PRAKTIK BERSAMA

Klinik Layar Husada di Jalan Sukorejo No 59, Buduran, Sidoarjo/foto/ruf-pijaronline.net

Pada 2008, ada seorang teman dokter gigi ingin memiliki tempat praktik. Dia pun mencarikannya di sekitar Sidoarjo. Namun teman tadi tidak cocok dengan tempat-tempat praktik yang ditawarkannya. Ternyata teman itu ingin buka praktik di rumah saya. Akhirnya,i kami buka praktik bersama. “Dokter gigi itu adalah dokter Yustisnus. Dia alumnus UNEJ,” jelasnya.

Dalam diri Berlian mengalir bakat marketing dan enterprenuer. Itu diakuinya sendiri. Ketika SMP, dia pernah berjualan kue untuk membiayai sekolah. Itu karena, kondisi ekonomi keluarganya saat itu drop. ”Saya asli kelahiran Surabaya, tepatnya Jalan Rajawali, Namun ketika kelas 3 SD, rumah saya terbakar. Habis semuanya.  Bapak lantas memboyong kami tinggal di Sidoarjo, rumah kontrakan di Banjarkemantren, Buduran,” jelasnya.

Almarhum bapaknya adalah tentara berpangkat kapten. Tapi bapak mengundurkan diri jadi tentara.  Dari bapak, dia belajar ketegasan dan disiplin.  Alhamdulilah, ibunya sampai saat ini masih hidup dan dulunya seorang guru. Terus mengajari bagaimana bersyukur, berdoa dan menjalani hidup dengan moral baik.  Kehidupan keluarganya saat itu sederhana.

“Saya anak kedua dari empat bersaudara. Saya punya satu kakak dan dua adik. Tapi kami  merasa bahagia. Dan, saya juga anak kolong. Disiplin sudah terbiasa bagi saya.  Anak saya tidak ada yang jadi dokter. Tapi  ada tiga keponakan saya menjadi dokter, salah satunya dokter gigi,” ujarnya.

Setelah buka praktik bersama, dia dengan semangat  memasarkan tempat praktiknya kepada para teman, kolega, dan pasiean langganannya. ”Ayo berobat ke tempat praktik ku. Selain dokter umum, ada dokter giginya. Saat itu kan masih jarang ada praktik bersama dokter umum dan gigi,” ujarnya.

Pelanggannya semakin banyak. Tempat praktiknya berkembang. Kunci pasiennya banyak adalah bila dia melayani pasien yang diutamakan  totalitas. “Dia ingat ketika masa dokter muda dan jag di UGD RS Dr.Soetomo, saat mengantuk, kemudian ada pasien datang…saya langsung meloncat. Sepertinya ada adrenalin saya segera menolong pasien itu. Bila pasien bisa tertolong, perasaan saya legah dan bahagia. Capek pun hilang,” jelasnya.

Pada 2016, dia mendirikan apotek di tempat praktiknya. Jadi setelah menerima resep darinya, pasien bisa langsung membeli obat di apoteknya. Apoteknya juga sukses. Usaha praktik bersama dan apotek berkembang pesat.

Ketika reuni dengan teman-temannya FK Unair, dia kerap diajak berkunjung ke klinik atau rumah sakit teman-temannya. “Dari sini, saya ingin mendirikan klinik. Saya ingin menolong orang lebih banyak dan ingin membuka lapangan pekerjaan. Itu yang terpenting,” ujarnya.

Sebelum mengurus izin klinik, dia sebagai dokter umum pribadi mengajukan diri sebagai dokter rekanan  BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan sosial) Kesehatan. Pada 2017, setelah dilakukan verifikasi dan lolos, dia akhirnya menjadi dokter BPJS. Dia bisa melayani masyarakat umum yang berobat dengan menggunakan BPJS kesehatan.

Pada 2018, dia mulai mengurus izin pendirian klinik. Proses perizinan lancar, dan klinik pun berdiri. Dia menamakan Klinik Layar Husada. “Artinya Layar, mari bersama-sama berlayar dalam pelayanan kesehatan sampai sejahtera atau Husada. Klnik ini hasil kerja tim. Tanpa kerja tim, klinik ini bukan apa-apa. Saya bagian dari tim,” ujarnya.

Saat ini, kliniknya sudah memiliki empat dokter umum, empat dokter gigi, dua bidan dan tiga perawat dan satu admin. Mereka terbagi dalam tiga shift. Kliniknya juga tercatat sebagai Klinik BPJS Faskes I dan bisa menyelenggarakan vaksinasi Covid.

”Klinik sebagai penyelenggara vaksin statusnya hanya membantu pekerjaan Puskesmas Buduran. Di Buduran ini ada dua klinik penyelenggara vaksinasi, termasuk Layar Husada. Kami aktif melakukan vaksinasi Covid kepada masyarakat umum agar bisa terhindar dari Covid,” katanya.

Berlian berharap klinik bisa berkembang pesat dan menjadi klinik rawat inap. Dia juga berharap dan berdoa juga pandemi Covid segera berakhir dan roda perekonomian bangkit lagi.”Pokoknya kita harus kerja bergas dan ikhlas. Sehingga kita terus bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Amin,” doa Berlian. (*)

 Penulis adalah Wartawan Madya PWI/Dewan Pers.