Kisah Penyintas Covid-19, Bunda Santi Novalia, Pendiri Pengajian Emak-Emak, Az Zahra, Sidoarjo

847
Bunda Santi (pojok kanan) bersama pengasuh Pengajian Az Zahra, KH Gus Ali Mashuri/foto/dok-istimewa.
Bunda Santi (pojok kanan) bersama pengasuh Pengajian Az Zahra, KH Gus Ali Mashuri/foto/dok-istimewa.

Kuatkan Mental, Ketika Dirawat, Doa dan Hibur Diri Tonton Tik-Tok

Oleh: Mochamad Makruf*

Ibu tiga anak ini penampilannya biasa saja. Dia juga bukan dari keluarga trah kyai. Namun siapa menduga, dia salah satu pendiri pengajian emak-emak, Az Zahra, Sidoarjo. Kali pertama didirikan pada 2013 anggotanya hanya 13 jamaah, tapi saat ini membludak 3.000 jamaah. Namanya Bunda Hj Santi Novalia (42). Mantan Ketua Pengajian Az Zahra pada 2013-2018 terpapar Covid-19 pada 4 Agustus 2020. Alhamdulilah, dia bisa sembuh. Berikut kisahnya.

SABTU (7/11) sore, cuara gerah sekali. Saya sudah janji untuk bertemu Bunda Santi sekitar pukul 15.30. Tanpa buang waktu, saya bergegas menemuinya di rumahnya di Perumahan Pondok Jati, Sidoarjo.

Setibanya di rumah, pintu pagar rumah berlantai dua dan bercat dominasi hitam dan putih tertutup. Saya mengucapkan salam sambil mengetuk pintu pagar.

Tak lama kemudian seorang anak lelaki keluar rumah dengan membawa sepeda balap. Tampaknya dia akan berolahraga sore, cycling. Dia adalah anak tertua Bunda Santi, namanya Zidan.

Sekedar info, Bunda Santi ini istri Bapak Mashud Yunasa, Direktur Utama PT Jepe Press Media Utama (JP Books), salah satu anak perusahaan Jawa Pos Group. Dia memiliki tiga anak. Dua anak sudah remaja yakni Dzulian Zidan dan Elyana Putri.

Zidan kini mahasiswa Unair, Fakultas Bisnis dan Manajemen dan adiknya, Elin, panggilannya, juga mahasiswa Unair, Fakultas Ilmu Komuninasi. Anak ketiga terkecil M Firman Khoyroni, panggilannya Roni, meninggal di usia 3 tahun karena sakit kanker getah bening setahun lalu. Ujian yang sangat besar bagi suami-istri ini. Namun mereka bisa melaluinya.

Bapak Yunasa sendiri adalah sepupu Dahlan Iskan, mantan CEO Jawa Pos dan Menteri BUMN era Presiden SBY. Penulis mengenal pasutri ini cukup lama.

Mengetahui yang datang penulis, Zidan segera bersalaman dan mempersilahkan penulis memasuki teras rumahnya. Rumah Bunda Santi modern berlantai dua. Zidan yang kini diserahi bapaknya mengurus Boronglo Store itu lantas masuk rumah untuk memberitahu bunda-nya. Tak lama kemudian, Bunda Santi yang mengenakan jilbab syari merah dan atasan merah merah keluar. Dia mempersilakan penulis di duduk di teras rumah.

Bunda Santi terlihat sehat. Dia sudah bisa beraktivitas seperti biasanya. Namun hanya pengajian Az Zahra offline yang sementara ini ditiadakan dulu karena pandemi dan sejak Juni diganti pengajian online setiap Rabu. Pengasuhnya KH Agus Ali Mashuri, Pemimpin Ponpes Bumi Sholawat, Lebo, Sidoarjo.

Ceritanya bagaimana sampai terpapar Covid? Bunda Santi menceritakannya. Oh, ya, Bunda Santi ini jiwa sosialnya begitu tinggi. Maka ketika seorang teman berkeluh soal sesuatu, dia tidak segan-segan menolongnya.

Awalnya, pada 28 Juli, sekitar pukul 09.00, dia dan tiga temannya perempuan yang juga ibu-ibu perjalanan ke Situbondo naik mobil Honda Jazz. Mobil dikendarai sopir yang juga suami YL, salah seorang teman Bunda Santi.

“Saya punya teman sebut saja YL. YL ini punya teman dan terkena stroke. Kami mencari pengobatan alternatif pada seorang terapis Mas Angga, di Jalan Raya Kendit, Situbondo. Beliau kan terapis terkenal,” katanya.

Dalam perjalanan, ketiga ibu-ibu ini sehat saja. Mereka bercerita dan berkelakar Islami seperti biasa. “Kami ketika berangkat sehat saja,”katanya.

Sekitar pukul 14.00, mereka tiba di Kendit. Mereka antri untuk mengambil nomor atrian berobat. “Tak lama, teman saya YL memperoleh nomor antrian dan jadwal berobat 8 September,” kata Bunda Santi.

Setelah itu, mereka meluncur ke Banyuwangi sekalian mudik. Bunda Santi adalah asli Banyuwangi. Sekitar pukul 16.00, mereka tiba di Banyuwangi. ”Kami bermalam di guest house paman saya, untuk melepas capek selama perjalanan. Kami pun masih sehat saja. Nafsu makan normal,” katanya.

Pada 29 Juli, sekitar pukul 09.00, mereka balik ke Surabaya. Tapi sekitar pukul 10.00, mereka mampir dulu di objek wisata Hutan Jawatan di Benculuk, Banyuwangi. Mereka refreshing sebentar melihat keindahan ngarai hutan Jawatan.

Bunda Santi dengan ibu tercinta/foto/dok/istimewa.

Saat itu, teman Bunda Santi, YL ditelepon anaknya. Anaknya kesal karena tidak diajak mamanya ke Banyuwangi. “YL menimpalinya, Jangan. Di sini banyak Covid. Di rumah saja. Si anak menutup telepon,” ujar Bunda Santi.

Sekitar 20 menit mereka usai di Hutan Jawatan. Setelah itu, mereka meneruskan perjalanan ke Surabaya. “Saat tiba di Kecamatan Genteng, badan saya kok terasa greges. Perut mual. Tapi saya abaikan saja. Dua teman saya juga merasakan keluhan sama,” katanya.

Sekitar pukul 21.00, mereka tiba di Sidoarjo. Bunda Santi turun di rumahnya dan berpisah dengan dua temannya. “Tiba di rumah, saya masih greges. Demam dan mual. Saya ukur suhu badan pakai thermometer. Suhu badan, 36, 7 celcius. Namun makan tidak enak,” katanya.

Pada 2 Agustus, Bunda Santi dan keluarga mudik ke rumah mertuanya di Madiun. “Selain kunjungi mertua, kami ziarah ke makam anak saya, Roni. Kami bermalam satu malam. Masih mual. Suhu badan, masih 36,7 celcius,” ujarnya.

Pada 3 Agustus, sekitar pukul 15.00, Bunda Santi dan keluarga pulang ke Sidoarjo. Tiba di Sidoarjo, pukul 18.00. “Badan masih demam dan mual,” katanya.

Pada 4 Agustus, demam dan mual belum mereda, sekitar pukul 19.00, Bunda Santi diantar suami ke UGD RS Delta Surya yang dekat dengan rumahnya.

Dia segera diperiksa dokter dan segera di-rapid test. “Hasilnya, saya reaktif. Saya diminta rumah sakit lapor ke Puskesmas Kecamatan Kota Sidoarjo untuk minta jadwal test swab dan rumah sakit rujukan. Tapi saat itu, jadwal swab di Puskesmas antri. Saya dan suami pulang dari RS Delta Surya,” ujarnya.

Massa jamaah Pengajian Az Zahra, Sidoarjo yang di awal berdiri 13 jamaah, kini 3.000 jamaah/foto/dok/istimewa.

Pada 5 Agustus, Bunda Santi diantar suami dan dua anaknya ke dokter pribadi, dr. Dani Irawan, Spd, yang praktek di Sanodoc Health Clinic, Jalan Ciliwung No.54.

Dengan mengenakan APD lengkap, dokter Dani langsung me-rotgen Bunda Santi. “Hasil rotgen ada pneumonia atau radang paru-paru. Saya dan keluarga kaget. Tapi kami bersabar. Ini ujian Allah Swt. Kami harus menghadapinya,” katanya.

Pneumonia adalah indikasi awal orang positif Covid. Pneumonia, adalah infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara di salah satu atau kedua paru-paru yang berisi cairan.

Kantung udara itu bisa berisi cairan atau nanah–sehingga penderita yang akut sampai susah bernafas dan harus dibantu alat bantu nafas Ventilator. Pneumonia menular melalui percikan udara. Bisa reda dalam jangka waktu harian hingga mingguan bila pasien daya tahan tubunya kuat.

Dokter Dani kemudian membuat rujukan ke rumah sakit rujukan Covid di Surabaya, yakni RS RKZ dan Mitra Keluarga. ”Saat itu, RKZ penuh, saya dirujuk ke RS Mitra Keluarga, Jalan Satelit Indah II Blok FN, Surabaya,” katanya.

Sekitar pukul 11.00, Bunda Santi dan keluarga tiba di UGD RS Mitra Keluarga. Dan, dia segera ditangani dokter dan di-rotgen thorax. “Hasilnya, ada pneumonia. Maka saya segera diinfus dan menjalani rawat inap di rumah sakit itu karena confirm Covid,” ujarnya.

Di RS Mitra Kelurga, dirinya juga sempat menjalani MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan hasilnya positif Covid. ”Saya ditempatkan di ruang isolasi pasien Covid di lantai dua,” ujar Bunda Santi.

Bunda Santi menempati kamar yang berisi dua orang pasien. Sejak itu, dia menjalani hari-harinya sebagai pasien Covid dan ruang isolasi.

“Saya di-infus. Dan diberi obat anti virus dan vitamin. Saya minum 18 pil 8 di antaranya vitamin, selama dua hari berturut-turut. Tiga kali sehari. Tekad saya hari itu saya harus sehat. Itu yang penting,” katanya.

Pada 6 Agustus, Bunda Santi menjalani tes swab dan ditangani dokter spesialis penyakit dalam pihak rumah sakit. Dokter lain bukan dr Dani, dokter pribadinya meski dia praktek di RS Mitra Keluarga.

Namun, Bunda Santi kemudian minta ganti dokter yang bisa menguatkan mental pasien menghadapi penyakit Covid.”Mental sangat penting bila berurusan dengan Covid. Bila mental kita down, imun bisa down,” katanya

“Dokter Dani sempat menelepon saya. Kamu percoyo aku. Kamu pasti sembuh, pasti sembuh. Jadi mental harus pede bisa sehat kembali itu yang penting,” tambahnya.

Pada hari ketiga, hasil test swab Bunda Santi keluar. Hasilnya dirinya positif Covid. Namun, kondisinya membaik. Makan juga lancar. Saturasi oksigen dalam darah di angka 98 persen.

Selama di isolasi, hiburannya adalah HP android di tangan. “Saya menerima WA dari seorang teman, bahwa Wabup Sidoarjo, Nur Ahmad Syaifuddin meninggal dunia karena Covid pada 22 Agustus. Teman pengirim WA itu pun juga tidak tahu kalau saya pasien Covid. Saya sedih juga menerima kabar itu,” katanya.

Tapi WA itu sedikit mengurangi mental-nya menghadapi Covid. ”Saya juga takut hal serupa terjadi pada saya. Tapi saya harus bahagia ya..terkadang menghibur diri dengan melihat tik tok,” ujarnya.

Pada 10 Agustus, hari ke-5 menjalani perawatan dan isolasi. Saturasi oksigen di darahnya 98 persen. Dirinya terlihat bugar. Dan, selama dirawat di rumah sakit itu, saturasi oksigen di dalam darahnya a di atas angka 95 persen. Bunda Santi akhirnya bisa pulang dan bisa melanjutkan isolasi mandiri di rumah selama 10 hari. ”Tapi sebelum pulang, saya ditest swab lagi oleh pihak rumah sakit,” katanya.

“Dan, aturan WHO yang baru kata dokter, penderita Covid dilarang di-swab berkali-kali. Masa krusial Covid, 10 + 3. Bila dalam masa itu kondisinya baik-baik saja, ya pasien dipastikan sembuh,” kata Bunda Santi.

Bagaimana suami dan dua anaknya apakah terpapar Covid? “Alhamdulilah, tidak. Pada 6 Agustus, mereka bertiga menjalani rapid test di klinik Sanodoc. Hasilnya, mereka tidak reaktif. Keluarga mertua di Madiun pun, juga Alhamdulilah tidak ada yang reaktif,” katanya.

Selama menjalani isolasi 10 hari di rumah, menginjak hari ke-5, Bunda Santi mengaku masih ada gejala mual. Dia kemudian konsultasi ke dokter pribadi, dr Dani. ”Saya diingatkan jangan terlalu mikir. Gangguan perut itu karena psikis. Ya, saya akui, ketika sakit, saya teringat anak bungsu saya yang meninggal, dik Roni. Dokter meminta jangan dibuat mikir yang sedih-sedih. Saya diminta isolasi di rumah seminggu,” ujarnya.

Pada 5 September, Bunda Santi dinyatakan sembuh total oleh dokter. Dia kemudian memperoleh surat keterangan dari dokter pribadi sebagai persyaratan untuk meminta surat keterangan sehat dari puskesmas. “Pada 07 september, saya memperoleh surat keterangan sehat dari Puskesmas Kecamatan Kota Sidoarjo,” katanya. Kini dia pun sembuh total.

Dan, bagaimana kabar dua rekan Bunda Santi? “Mereka reaktif dan menjalani isolasi di rumah. Dan, Alhamdulilah semua keluarganya juga tidak tertular,” katanya.

Dia berpesan kepada masyarakat, agar mematuhi protokol kesehatan, 3 M, yakni mencuci tangan, masker dan menjaga jarak. 3 M itu penting. ”Bila merasa tidak enak badan, segera konsultasikan ke dokter. Tidak perlu takut untuk di-rapid test. Dan, tidak perlu panik juga bila positif Covid,” katanya.

Dokter juga harus bisa menguatkan mental pasien Covid. “Hibur pasien dan kuatkan mentalnya bisa sembuh dari Covid dan jangan membuat pasien takut. Dan, jangan lupa, di masa pandemi ini banyak berdoa, perbanyak makan protein tinggi, telur dan ikan,” kata Bunda Santi.

Semoga kisah ini bermanfaat untuk masyarakat yang kini masih berperang melawan pandemi Covid-19. Ingat banyak berdoa, tetap jaga kesehatan,dan jangan kendor terapkan 3M. (*)

* Wartawan Senior dan Peraih FJPP (Fellowship Jurnalisme Perubahan Perilaku) Dewan Pers-Satgas Covid-19.